Monday, March 15, 2010

Seluk Beluk Warran

( Sumber : Kontan )


Bursa saham menyediakan banyak peluang bagi investor untuk membiakkan duitnya. Instrumen investasi yang paling utama tentu saja adalah saham itu sendiri. Tapi, selain melalui saham, investor juga bisa berinvestasi melalui instrumen-instrumen turunan saham. Salah satunya adalah instrumen waran. Menariknya, karena harga waran lebih rendah daripada saham, modal yang diperlukan juga lebih kecil.

Wajar jika semakin lama semakin banyak orang yang kepincut ingin berinvestasi di pasar saham. Pasalnya, selain saham itu sendiri, di bursa saham, ada pula instrumen investasi lainnya yang bisa menjadi wahana investasi. Salah satunya adalah waran yang merupakan produk turunan dari saham. Secara sederhana, waran adalah surat berharga yang memberi hak kepada pemiliknya untuk membeli suatu saham di masa mendatang pada harga yang sudah ditetapkan di muka.

Umumnya, emiten saham menerbitkan waran sebagai pemanis untuk menyukseskan hajatannya. Misalnya, ketika menawarkan saham perdana (IPO), sebuah perusahaan biasanya juga memberikan bonus waran kepada investor yang mau membeli sahamnya. Selain itu, perusahaan sering kali juga memberikan hadiah waran untuk investor yang mau membeli saham baru yang diterbitkannya (right issue).
Karena sifatnya sebagai pemanis, waran biasanya menawarkan harga pembelian saham - sering disebut harga pelaksanaan (strike price) - yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar.

Ambil contoh perusahaan ABC memberikan satu waran kepada setiap pembeli satu sahamnya dalam right issue. Perusahaan ABC memasang harga pelaksanaan waran sebesar Rp 1.500 per saham. Padahal, saat itu, harga saham ABC di pasar sudah mencapai Rp 1.700 per saham. Dus, harga pelaksanaan waran itu Rp 200 lebih murah dibanding dengan harga saham ABC di pasar.

Selain menentukan harga pelaksanaannya, perusahaan juga menentukan tanggal jatuh tempo yang menjadi tanggal pelaksanaan hak membeli saham yang melekat pada waran. Jadi, pada tanggal jatuh tempo itu, pemilik waran bisa membeli harga saham ABC dengan harga Rp 1.500.
Waran seperti ini disebut European warrant. Ada pula model waran yang disebut sebagai American warrant. Pemilik American warrant bisa mengeksekusi haknya untuk membeli saham perusahaan penerbit waran setiap saat sebelum jatuh tempo. Tapi, produk ini belum ada di Indonesia.

Lantas, mengapa waran bisa menjadi alat investasi? Soalnya, layaknya saham yang menjadi induknya, waran juga bisa diperdagangkan di bursa saham, termasuk di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Secara teori, harga waran itu adalah selisih antara harga pasar dan harga pelaksanaannya. Jadi, dalam contoh perusahaan ABC itu, harga warannya adalah Rp 200 per waran. Nah, harga waran ini bisa bergerak naik-turun mengikuti induk sahamnya.
Artinya, investor memiliki peluang untuk menangguk untung dari pergerakan harga waran tersebut.

Karena harga awalnya murah dan pergerakan harga waran mengikuti harga induk sahamnya, potensi keuntungan waran bisa sangat tinggi. Tapi, sebaliknya, risiko waran ini juga selangit. Karenanya, waran lebih disukai oleh tipe investor yang agresif dan gemar berspekulasi.

Mirip dengan saham, waran juga bisa diperjualbelikan. Transaksi dan pergerakan harganya pun tercatat di papan Bursa Efek Jakarta (BEJ). Untuk membedakan dengan saham induknya, biasanya waran menggunakan simbol induknya plus tanda -W di belakangnya. Misalnya, kalau simbol saham PT Central Korporindo Internasional Tbk adalah CNKO, simbol warannya adalah CNKO-W.
Tapi, berbeda dengan saham, waran lebih disukai oleh investor yang gemar berspekulasi . Soalnya, waran ini bisa memberikan keuntungan yang lebih tinggi ketimbang saham. Sudah begitu, modal yang diperlukan untuk bermain saham juga tidak sebesar modal untuk bermain saham.

Biar lebih jelas, mari kita bikin sebuah ilustrasi. Ambil contoh saham perusahaan XYZ harganya adalah Rp 1.500. Artinya, untuk membeli 1.000 saham itu, Anda membutuhkan duit Rp 1,5 juta. Tapi, jika investor memilih untuk membeli waran XYZ - yang misalnya harganya Rp 200 per waran - dengan duit Rp 1,5 juta, ia sudah memperoleh 7.500 waran.
Nah, uniknya, pergerakan harga waran biasanya persis mengikuti pergerakan harga saham induknya. Jadi, pada saat harga saham XYZ naik Rp 100 menjadi Rp 1.600, harga waran itu juga naik menjadi Rp 300. Dengan skenario seperti ini, tentu saja potensi keuntungan waran menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan saham. Buat waran XYZ, kenaikan Rp 100 itu setara dengan 50%. Sementara, untuk sahamnya kenaikan segitu hanya setara dengan 6,6%.
Rasio harga saham dibagi harga warannya sering disebut sebagi faktor pendongkrak. Dalam contoh tadi, besar faktor pendongkraknya adalah 7,5. Semakin tinggi faktor ini semakin potensi keuntungannya. Keuntungan waran itu akan semakin tinggi jika pasar saham sedang bergairah.

Tapi hati-hati, dalam kondisi sebaliknya, faktor pendongkrak keuntungan itu juga bisa menjadi faktor penambah kerugian. Jadi, risiko waran ini selangit.