Sunday, March 14, 2010

Rasio Saham

( Sumber : Kontan )

Rasio saham merupakan salah satu rasio yang paling penting. Investor bisa menggunakan price-earning ratio (PE), misalnya, untuk mengukur mahal-murahnya suatu saham. Semakin rendah PE, semakin murah saham tersebut. Investor juga bisa mengukur tingkat keuntungan dividen yang bisa diperolehnya dari suatu saham. Jadi, rasio ini tak boleh dilewatkan.

Rasio saham menunjukkan bagian dari laba bersih perusahaan, dividen, dan modal yang dibagikan kepada setiap saham. Ada beberapa rasio saham yang bisa Anda cermati. Yang pertama adalah rasio harga terhadap laba per saham atau price earning ratio (PE). Rumusnya adalah harga per saham dibagi dengan laba per saham, adapun hasilnya dinyatakan dalam "kali".

Tapi, perhatikan, laba di sini bukanlah laba total tapi laba per saham. Ini adalah total laba bersih perusahaan yang telah dibagi dengan total rata-rata jumlah saham perusahaan. Dengan rumus seperti itu kita bisa mengukur mahal-murahnya suatu saham. Jika PE suatu saham sudah tinggi, biasanya, para analis mengatakan bahwa harga saham itu itu sudah mahal. Tapi, agar lebih akurat, investor harus membandingkan PE perusahaan tersebut dengan PE perusahaan-perusahaan lain yang ada di dalam industri yang sama.

Ambil contoh PE saham Bank Untung adalah 2 kali. Dengan PE segitu, saham Bank Untung bisa dikatakan mahal jika PE rata-rata saham perbankan lainnya ternyata hanya 1,5 kali.Selanjutnya ada dividen per saham dan imbal hasil dividen atau dividend yield. Dividen per saham dihitung dengan membagi total dividen yang dibayarkan perusahaan dengan total jumlah saham yang beredar. Angka ini menggambarkan nilai dividen yang akan diterima oleh setiap pemilik satu saham perusahaan.

Adapun dividend yield adalah hasil pembagian dividen per saham dengan harga per saham. Dari rasio ini kita bisa mengukur berapa besar tingkat keuntungan dividen yang bisa kita peroleh dari suatu saham. Semakin tinggi dividend yield, semakin bagus saham tersebut.

Rasio harga saham terhadap nilai buku per saham atau price to book value (PBV) sama pentingnya dengan price-earning ratio (PE). Dengan menggunakan PBV, investor juga bisa mengukur apakah harga suatu saham masih murah atau sudah kemahalan.

Karenanya, selain price earning ratio (PE), investor juga harus mencermati rasio nilai buku per saham atau book value per share (BV). Untuk menghitungnya, kita harus membagi ekuitas dengan rata-rata jumlah saham yang beredar. Hasilnya dinyatakan dalam rupiah. Misalnya total ekuitas PT Maju Jaya Rp 100 miliar sedangkan jumlah rata-rata saham beredarnya 1 miliar. Dengan kondisi seperti ini artinya nilai buku (BV) per saham Maju Jaya adalah Rp 100 per saham (100/1).

Lantas apa bedanya BV yang Rp 100 per saham itu dengan harga saham Maju Jaya di bursa saham yang, misalnya, Rp 300 per saham? Hati-hati, nilai buku (BV) memang bisa jadi sangat berbeda dengan harga saham di pasar. Nilai buku per saham menggambarkan nilai setiap saham tersebut dalam hitungan akuntansi. Adapun harga saham menggambarkan ekspektasi investor atas nilai setiap saham.


Nah, dengan membandingkan harga saham suatu perusahaan di pasar dengan nilai buku per sahamnya, kita juga bisa mengukur apakah suatu saham sudah kemahalan (overvalued) atau justru terlalu murah (undervalued).Karena itulah ada rasio yang disebut rasio harga terhadap nilai buku per saham atau price to book value (PBV). Rumusnya sederhana yaitu harga per saham dibagi dengan nilai buku per saham (Price/Book Value).


Hasilnya dinyatakan dalam "kali" Semakin tinggi PBV suatu saham, analis biasanya menganggap harganya semakin mahal. Sebaliknya, semakin rendah PBV semakin murah saham tersebut. Namun, mirip dengan PE, agar lebih akurat kita juga harus membandingkan PBV suatu saham dengan PBV rata-rata saham-saham lain yang ada di dalam industri yang sama. Jika PBV saham itu di atas rata-rata PBV pasar, biasanya, analis akan mengatakan harga saham itu sudah mahal.