Thursday, May 27, 2010

Tips Investasi Property Rumah dan Tanah

Sumber : Pudjo85

TURUNNYA tingkat bunga deposito dibawah 10 persen, membuat para deposan mengalihkan investasinya ke properti, begitu juga turunnya tingkat bunga KPR membuat para calon pembeli rumah melangsungkan niatnya melakukan transaksi pembelian rumah yang telah diminati sebelumnya.

MEMBELI rumah bukan lagi sekadar sebagai tempat berteduh bagi keluarga Kota Metropolitan Jakarta, tetapi diharapkan dapat memberikan capital gain yang besar. Demikian juga membeli ruko bukan untuk membuka usaha, melainkan mengharapkan capital gain atau uang kontrakan. Demikian juga apartemen. Sekarang ini sudah menjadi tren tempat investasi jangka panjang bagi pemilik uang, selain dollar, emas, rumah, ruko, dan apartemen.

Selain dapat pula dipergunakan untuk anaknya beberapa tahun kemudian, tetapi pada saat ini dapat dikontrakan dan mendapat capital gain yang besar ketika hendak dijual. Hal ini dapat kita lihat di sejumlah perumahan, banyak tanah yang bertuan tetapi belum dibangun, serta rumah-rumah yang telah jadi belum berpenghuni, terutama di daerah pinggiran Jakarta. Ruko-ruko yang telah selesai dibangun belum dibuka usahanya dan unit apartemen yang masih banyak kosong belum dihuni. Properti praktis menjadi salah satu media investasi, baik dibayar tunai maupun secara kredit pemilikan rumah.

Berinvestasi di sektor perumahan lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan ruko dan apartemen oleh para investor. Selain pembangunan ruko lebih sedikit dan kebutuhannya tidak sebanyak rumah. Pembangunan ruko lebih banyak di kawasan perumahan yang banyak dihuni warga Tionghoa, terutama yang berasal dari daerah luar Jawa. Mereka pada umumnya banyak tinggal dan berusaha dalam satu tempat yang sama, terbawa ke Jakarta.

Ini berarti berinvestasi di ruko lebih cenderung melihat penghuni dari lingkungannya. Adapun apartemen lebih banyak dihuni para eksekutif dari institusi internasional. Maka pembeli apartemen melihat lokasi yang disenangi oleh para ekspat dari luar negeri, yaitu di lokasi Jakarta Pusat dekat pusat bisnis, dan Jakarta Selatan dekat fasilitas umum dan sosial bagi para keluarga ekspat. Faktor yang sering dilupakan adalah siapa pengelola apartemen tersebut, akan mempengaruhi kenyamanan dan keamanan lingkungannya.

Tidak demikian dengan investasi rumah. Banyaknya pembangunan kawasan perumahan di Jabotabek dengan beberapa pengembang, luas lahan yang berbeda, visi dari pemilik yang berbeda pula, sehingga memberi banyak penawaran bagi calon investor memilih lokasi sebagai media investasinya.

ADA beberapa tips yang dapat menjadi acuan dalam memilih rumah sebagai media investasi, yaitu:

1. Pembangunan pusat bisnis, pusat perbelanjaan atau sekolah dapat ikut mempercepat kenaikan harga rumah di sekitarnya. Kelapa Gading Permai yang dibangun oleh Sumarecon, terletak di Jakarta Utara berbatasan dengan Pulo Mas sebagai perumahan elite di Jakarta Timur, sejak dibangunnya Kelapa Gading Mal dengan Sogo Departement Store dan super market buka di sana, serta didukung oleh makro, goro, dan ruko-ruko yang membuka usaha seperti bank, restoran, dan jasa lainnya untuk melayani penghuni rumah di sana, dapat mengangkat rumah sampai beberapa kali lipat.

Pada tahun 1990 harga rumah yang berukuran 120 meter per segi seharga 60 juta, pada tahun 1997 sudah 500 juta. Begitu juga perbedaan harga rumah yang signifikan antara rumah yang ukuran sama di BSD, Lipo Karawaci, dan Gading Serpong, sama-sama mempunyai lapangan golf dan berlokasi di Tangerang. Harga rumah lebih tinggi di Lippo karena adanya Supermal dan gedung-gedung perkantoran.

2. Luas lahan yang telah dikuasai dan rencana lahan yang akan dikembangkan, pembangunan pusat bisnis dan belanja membutuhkan luas lahan yang besar. Untuk membangun sebuah mal atau pusat perbelanjaan yang layak, seperti Supermal Karawaci saja, membutuhkan lahan hampir 10 hektar atau 100,000 meter per segi, belum lagi fasilitas lainnya. Memilih perumahan sebagai tempat investasi harus melihat beberapa besar lahan yang telah dikuasainya. Apabila lahan yang dikuasainya sekitar 50 hektar, akan sulit bagi pengembang membangun pusat bisnis atau belanja. Apabila terlalu besar, tidak menguntungkan pula untuk investasi. Sebab, setelah berjalan beberapa tahun, pemilik rumah harus bersaing dengan pengembang. Repotnya, ketika rumah ini hendak dijual, penjual rumah ini mesti berkompetisi dengan penjual rumah yang mempunyai lokasi baik dan desain yang lebih oke.

Sebagai pedoman membeli di perumahan dengan lahan lebih dari 250 hektar sampai 500 hektar. Hal ini dapat dilihat dari harga jual rumah di Sunter di kompleks yang kurang dari 50 hektar, berbeda dengan Kelapa Gading, meskipun berlokasi lebih jauh dari pusat kota.

3. Lebar jalan masuk utama dan jalan-jalan lainnya mempengaruhi harga jual yang akan datang. Jalan masuk utama yang lebar seperti boulevard dengan ditanami pohon-pohon palem, begitu juga jalan-jalan lainnya, dapat dilewati mobil dengan nyaman. Faktor ini berperan mengangkat harga jual rumah. Contoh riil bisa dilihat di perumahan Puri Indah di Kembangan. Harga rumah di Blok A sangat jauh berbeda dengan harga rumah di Blok G, dengan luas tanah dan bangunan yang sama.

4. Rencana pembukaan akses masuk pada masa yang akan datang seperti adanya pembukaan tol atau akan dibangunnya jalan penghubung ke jalan utama, akan mempengaruhi harga jual saat jalan tersebut direalisasikan. Puri Indah sebelum adanya pintu tol di Meruya, harga rumah lebih rendah dibandingkan dengan Taman Kedoya dan Taman Kebon Jeruk. Sejak dibukanya pintu masuk dan keluar tol di Meruya secara tidak langsung ikut menaikkan harga tanah, demikian juga perumahan Taman Aries.

5. Citra pengembang memberikan komitmen jangka panjang dalam menentukan harga jual rumah pada masa yang akan datang. Pengembang Pondok Indah sangat memperhatikan komitmen untuk terus melayani penghuni rumah di kawasannya, seperti perbaikan jalan-jalan yang rusak, pemasangan jalur telepon dan air pam, penambahan fasilitas sosial seperti sekolah yang bermutu, sangat membantu untuk mendorong kenaikan harga rumah lebih tinggi lagi. Permata Hijau dan Simpruk begitu hebatnya pada masa tahun 1980-an, karena kurangnya perhatian dari pengembang, harga jual rumah lebih tinggi di daerah Pondok Indah.

6. Banyaknya orang asing yang berdiam di sebuah lokasi, turut mengangkat harga jual rumah. Hal ini lebih bersifat bisnis. Biasanya orang asing yang menetap di Jakarta, biaya sewa rumah dibayar oleh perusahaan di mana dia bekerja dengan upah dollar. Semakin tinggi posisi pekerja asing tersebut, semakin besar biaya sewa yang dikeluarkan oleh perusahaannya. Rumah yang disewapun dengan lahan yang luas dan semua fasilitas tersedia, seperti kolah renang. Semakin tinggi harga sewa rumah, semakin mahal harga rumah yang ditawarkan. Pada saat ini, banyaknya perusahaan multi nasional yang mengurangi usahanya di Indonesia, berarti kurangnya pekerja asing yang menetap di Jakarta, dengan sendirinya berkurang rumah yang disewakan, berarti harga rumah di sana mulai turun lagi.

7. Perbandingan penjualan lahan kosong dan rumah siap pakai. Apabila yang dijual dalam bentuk tanah kosong, maka harga jual pada masa yang akan datang lebih lama diharapkan naik, dibandingkan menjual dalam bentuk rumah siap huni. Semakin ramai kawasan tersebut dihuni oleh pemiliknya, semakin cepat harga rumah tersebut naik. Banyaknya tanah-tanah kosong dan rumah yang tidak berpenghuni memberi kesan sepi dan seram.

8. Luas tanah dan bangunan untuk investasi harus menyesuaikan penghuni dari lingkungan perumahan tersebut. Setiap kawasan mempunyai luas favorit bagi yang akan tinggal di sana. Jangan berinvestasi luas tanah/bangunan yang luasnya jauh melebihi luas rumah di sekelilingnya.

Biasanya harga tanah atau rumah tidak dapat setinggi harga yang berlokasi di daerah yang berluas sama. Begitu juga jangan berinvestasi di tanah berlokasi tusuk sate (kecuali untuk usaha), lebih lebar depan daripada belakang, dekat dengan pasar, tempat ibadah, jalan utama yang dilalui kendaraan umum (bus, metromini dll).

Faktor-faktor tersebut adalah faktor yang lebih bersifat eksternal, sehingga bagi penghuni atau pemilik rumah tidak dapat berperan dalam mempengaruhi kenaikan harga tanah/rumah. Pemilik dapat turut berperan menaikkan harga rumahnya apabila dalam kompleks perumahan yang bersistem kluster dapat diajak bersama-sama memperbaiki lingkungan lebih baik, seperti sistem keamanan yang lebih terkendali, kebersihan jalan, taman, kebersihan selokan dari sampah-sampah rumah, pohon- pohon dapat terjaga dengan baik, taman-taman yang ada terawat dengan baik, dan kanstin di depan rumah dirawat ditanami pohon-pohon yang rindang, bukan sebagai tumbuhnya rumput liar.

Hal-hal ini masih dapat dikendalikan oleh para penghuni rumah. Sebagai contoh kawasan Menteng sampai sekarang masih tetap diminati oleh para pengusaha besar. Pilihan ini dilakukan bukan hanya karena Lippo Cikarang berlokasi dekat dengan pusat bisnis Kota Metropolitan Jakarta, tetapi masih tetap terawatnya lingkungan yang asri dengan pohon-pohon besar yang rindang dan aspal jalan yang selalu licin. Jalan-jalan di sekitarnya cukup lebar untuk dua lajur mobil. Daerah Lippo Cikarang atau daerah perumahan yang baik, di mana pengembang sudah tidak mempunyai lahan yang dapat dijual, dengan otomatis hukum permintaan dan penawaran berjalan, calon pembeli sangat berminat di daerah tersebut.

Jadi, tidak perlu heran kalau harga tanah di Lippo Cikarang ditawarkan dengan harga Rp 1 juta sampai 2 juta per meternya. Sebelum membeli rumah atau tanah sebagai investasi maupun tempat tinggal, alangkah baiknya jika kita melihat lokasinya untuk mendapat capital gain yang lebih tinggi dari bunga deposito.

Tuesday, May 25, 2010

Peluang dari Devidend Drop-Off

Sumber : Kontan 24 Mei 2010












Sunday, May 23, 2010

Mengetahui Metode Investasi yang Sesuai

Sumber : Danareksa

Mengetahui Metode Investasi yang Sesuai

Investasi Anda akan mendapatkan hasil yang lebih maksimal jika Anda dapat memilih kapan waktu terbaik untuk membeli dan menjual aset investasi Anda. Namun, metode yang dikenal dengan market timing ini, bukanlah hal yang mudah, karena pastinya Anda akan kesulitan dalam menentukan waktu yang tepat untuk berinvestasi. Sebagai contoh, Anda merasa bahwa harga saham X kemarin sudah sangat murah, karena turun 5%, sehingga Anda membelinya. Akan tetapi, hari ini harga saham X turun lagi hingga 10%, sehingga Anda menyesal mengapa Anda tidak membelinya hari ini saja, sementara uang Anda telah diinvestasikan seluruhnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Anda sebaiknya menggunakan metode investasi cost averaging dalam berinvestasi. Cost averaging merupakan teknik melakukan investasi secara rutin dan berkala tanpa memperdulikan kondisi ekonomi dan pasar. Dengan demikian, Anda tidak perlu panik lagi jika harga-harga barang kebutuhan rumah tangga naik atau harga saham jeblok. Dengan menggunakan metode cost averaging, Anda cukup berinvestasi dengan nilai yang tetap secara rutin tiap bulannya dalam jangka waktu tertentu sehingga Anda akan memperoleh rata-rata nilai pokok investasi yang lebih rendah.

Mengapa hal itu bisa terjadi? karena pada saat harga sedang naik, jumlah kepemilikan Anda pada suatu investasi akan lebih sedikit, sedangkan pada saat harga sedang turun, maka jumlah kepemilikan Anda akan lebih banyak sehingga jika dirata-ratakan, harga pembelian yang Anda dapatkan akan lebih rendah. Dengan kecenderungan suatu investasi yang meningkat dalam jangka panjang, tentunya Anda akan diuntungkan dengan metode ini. Untuk lebih memahami metode ini, silahkan lihat ilustrasi dibawah ini.

Sebagai contoh, Anda berinvestasi dengan metode cost averaging pada saham X sebesar Rp. 500.000 pada tanggal 3 setiap bulannya selama 5 bulan berturut-turut. Dengan harga yang berubah setiap harinya, didapatkan ilustrasi investasi seperti di bawah ini (dengan asumsi Anda bisa membeli saham X secara satuan):

Bulan

Nilai Investasi (Rp)

Harga Pembelian (Rp)

Jumlah Kepemilikan Saham X (lembar)

Feb

500.000

2000

250

Mar

500.000

2100

238

Apr

500.000

1700

294

Mei

500.000

1800

278

Juni

500.000

2200

227

Juli

0

2300

0

Total

2.500.000

1287

Dari hasil investasi yang Anda lakukan selama 5 bulan, didapatkan harga rata-rata pembelian sebesar Rp. 1942,50 ((2000+2100+1700+1800+2200+2300)/5) dengan jumlah kepemilikan saham X sebanyak 1287, sehingga jika Anda menjual seluruh saham Anda pada bulan Juli, Anda akan mendapatkan keuntungan sebesar (Rp. 2300 x 1287) - Rp. 2.500.000 = Rp. 460.100,-.

Bandingkan jika Anda menginvestasikan langsung uang Anda sebesar Rp. 2.500.000 pada bulan Februari, Anda akan mendapatkan harga pembelian sebesar Rp. 2000 dengan jumlah kepemilikan saham X hanya 1250, sehingga jika Anda menjual seluruh saham Anda pada bulan Juli, Anda hanya akan mendapatkan keuntungan sebesar (Rp. 2300 x 1250) - Rp. 2.500.000 = Rp. 375.000.

Satu hal yang patut diingat, melakukan cost averaging tidak menjamin keuntungan yang Anda dapatkan akan lebih tinggi dibandingkan menggunakan metode yang lain. Dengan melakukan market timing, dimisalkan Anda menginvestasikan seluruh uang Anda sebesar Rp. 2.500.000 di bulan April. Anda akan mendapatkan harga pembelian sebesar Rp. 1700 dengan jumlah kepemilikan saham X sebanyak 1470. Jika Anda menjual seluruh saham Anda pada bulan Juli, Anda akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, yaitu sebesar (Rp. 2300 x 1470) - Rp. 2.500.000 = Rp. 881.000. Namun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, melakukan market timing bukanlah hal yang mudah, karena bisa saja Anda merasa bahwa market timing untuk masuk adalah bulan Februari, bukan April.

Oleh karena itu, untuk investasi jangka panjang metode cost averaging sangat disarankan, terutama pada pasar yang berfluktuasi seperti pasar saham, karena dapat mengurangi risiko investasi Anda.

Mengenali Jenis Investasi Anda

Sumber : Danareksa

Mengenali Jenis Investasi Anda
Tahukan Anda, Perbedaan Menabung dan Berinvestasi?

Sebelum mengetahui jenis-jenis investasi, sebaiknya Anda mengetahui dulu perbedaan antara menabung dan berinvestasi.

Menabung berarti menyisihkan uang Anda tanpa mengharapkan adanya kenaikan dari nilai uang yang Anda simpan. Dengan menabung di bank, setidaknya Anda tahu bahwa uang Anda akan lebih aman dibandingkan jika Anda menaruhnya di bawah bantal. Memang jika kita lihat sekilas, berbagai macam tabungan di bank menawarkan bunga tabungan sebesar 1-3% setahunnya. Akan tetapi, jika Anda perhatikan, setiap tahun harga-harga barang selalu naik dengan persentase yang jauh melebihi bunga tabungan Anda. Jika Anda sadar, sebenarnya uang Anda telah berkurang nilainya.

Sementara itu, berinvestasi berarti mengharapkan adanya kenaikan dari nilai uang Anda seiring dengan berjalannya waktu, sehingga akan memberikan keuntungan bagi Anda. Uang yang diharapkan memberikan akan bertambah nilainya itu disimpan dalam suatu bentuk kekayaan yang disebut dengan aset.

Jenis-Jenis Aset


Dalam berinvestasi, terdapat dua macam jenis aset, yaitu aset riil dan aset finansial, yang sama-sama dapat dipertimbangkan sebagai sarana investasi dalam rangka mencapai tujuan keuangan Anda. Dalam berinvestasi, Anda harus ingat bahwa selalu terdapat risiko akan kehilangan modal Anda. Oleh sebab itu, Anda harus mengetahui dengan benar aset-aset yang Anda pilih untuk berinvestasi.

Aset Riil
Aset riil adalah aset yang memiliki wujud. Contohnya adalah tanah, rumah, emas, dan logam mulia lainnya. Berinvestasi pada aset riil merupakan hal yang umum dilakukan. Contohnya, Anda membeli rumah, dan kemudian menyewakannya sehingga mendapatkan pendapatan bulanan. Belum lagi ketika rumah itu selesai disewa dan harganya naik, Anda dapat menjualnya dan mendapatkan keuntungan. Anda akan mendapatkan banyak keuntungan dari berinvestasi di aset riil ini, karena meskipun harganya dapat naik-turun, tetapi dalam jangka panjang nilainya cenderung meningkat.

Aset Finansial

Aset finansial merupakan aset yang wujudnya tidak terlihat, tetapi tetap memiliki nilai yang tinggi. Umumnya aset finansial ini terdapat di dunia perbankan dan juga di pasar modal, yang di Indonesia dikenal dengan Bursa Efek Indonesia. Beberapa contoh dari aset finansial adalah instrumen pasar uang, obligasi, saham, dan reksa dana.

Instrumen pasar uang adalah surat utang jangka pendek yang kurang dari satu tahun yang dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan. Sebagai imbalan, Anda sebagai pemberi utang akan mendapatkan sejumlah bunga dari nilai awal investasi Anda. Umumnya bunga ini akan dibayarkan pada akhir periode investasi.
Contoh dari instrumen pasar uang adalah deposito, Sertifikat Bank Indonesia dan promissory notes. Secara umum, instrumen pasar uang memiliki tingkat risiko investasi berupa gagal membayar nilai investasi dan bunga yang sangat rendah.

Obligasi adalah surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan. Jangka waktu utang pada obligasi adalah lebih dari satu tahun. Obligasi diperdagangkan di pasar modal. Anda yang membeli obligasi akan mendapatkan imbalan berupa sejumlah bunga dari nilai awal investasi Anda, yang disebut dengan kupon. Kupon ini umumnya dibayarkan setiap 3 atau 6 bulan sekali dalam satu tahun,
Obligasi tingkat risiko investasi yang rendah, namun risikonya sedikit diatas instrumen pasar uang. Risiko terbesar yang dihadapi oleh Anda sebagai pemegang obligasi adalah adanya kemungkinan penerbit obligasi tidak dapat membayar kembali utangnya. Oleh sebab itu, terdapat lembaga pemeringkat yang memberikan peringkat terhadap obligasi yang dikeluarkan untuk mengetahui seberapa besar risiko gagal bayar obligasi tersebut.

Saham adalah tanda bukti kepemilikan seseorang atas sebuah perusahaan. Orang yang memiliki saham berhak atas pembagian keuntungan yang didapatkan perusahaan tersebut, yang disebut dengan dividen, sesuai dengan persentase kepemilikannya di perusahaan tersebut. Selain itu, harga saham sebuah perusahaan akan bergerak mengikuti kinerja perusahaan tersebut.
Jika perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik, maka harga sahamnya akan ikut naik sehingga pemegang saham akan mendapatkan keuntungan jika menjual sahamnya. Saham juga diperdagangkan di pasar modal dan memiliki tingkat risiko investasi yang tinggi, karena terdapat risiko kebangkrutan perusahaan sehingga uang Anda dapat hilang.
Dalam berinvestasi di saham, Anda harus mengetahui apakah perusahaan tersebut benar-benar memiliki kinerja yang baik. Anda harus melakukan analisis berdasarkan laporan keuangan yang dikeluarkan perusahaan, kondisi ekonomi negara, dan hal-hal lainnya yang cukup menyita waktu Anda. Namun tentunya hal ini sebanding dengan potensi keuntungan yang didapatkan.

Reksa dana adalah wadah untuk menghimpun dana masyarakat yang dikelola oleh badan hukum yang bernama Manajer Investasi untuk kemudian diinvestasikan ke aset finansial lainnya. Dana tersebut disimpan di bank penyimpanan yang disebut dengan bank kustodian.
Reksa dana merupakan solusi bagi orang yang ingin berinvestasi dalam banyak aset namun memiliki dana yang terbatas. Hal ini dimungkinkan karena dana yang dihimpun dari banyak pihak cukup besar untuk kemudian dapat diinvestasikan pada saham, obligasi dan instrumen pasar uang sesuai dengan kebijakan dari Manajer Investasi.
Selain itu, reksa dana juga merupakan solusi bagi Anda yang memilii keterbatasan dalam pengetahuan dan informasi dalam melakukan analisis investasi, serta bagi Anda yang tidak memiliki cukup waktu untuk mengawasi pergerakan harian saham dan obligasi Anda. Untuk mengetahui lebih detail mengenai reksa dana, Anda dapat membaca bagian Reksa Dana & Anda.

Memilih Jenis Investasi yang Sesuai Dengan Kebutuhan Anda

Setelah mempelajari jenis-jenis investasi di atas, langkah yang harus Anda lakukan adalah mengetahui manfaat dari semua jenis investasi tersebut. Setiap jenis investasi memiliki beberapa karakteristik tersendiri, yaitu potensi imbal hasil yang didapatkan, tingkat risiko investasi, jangka waktu investasi ideal, kemudahan untuk mencairkan investasi, dan jumlah modal yang dibutuhkan.

Dari segi kemudahan untuk mencairkan hasil investasi, aset finansiaI lebih mudah untuk dijual dibandingkan dengan aset riil. Sedangkan dari segi jangka waktu investasi, investasi pada aset riil maupun aset finansial dibagi 3 sesuai dengan kebutuhan Anda.

Untuk kebutuhan jangka panjang Anda, saham dan properti merupakan jenis investasi yang sesuai karena memberikan potensi pertumbuhan hasil investasi yang tinggi. Obligasi merupakan investasi yang sesuai untuk kebutuhan jangka menengah Anda karena memberikan kupon secara berkala. Sedangkan, untuk investasi jangka pendek, produk bank seperti tabungan adalah produk keuangan yang paling sesuai.

Setelah Anda memahami manfaat dari masing-masing jenis investasi, pilihlah yang paling sesuai dengan jangka waktu kebutuhan keuangan Anda. Selain itu, Anda harus mempertimbangkan kriteria-kriteria lainnya sehingga Anda mantap untuk melakukan investasi.

Mengenal Investasi emas

Sumber : Nofie Iman

Berinvestasi dalam emas bisa menggunakan beberapa variasi media seperti emas batangan (lantakan), koin emas, sertifikat emas, tabungan emas, reksadana dengan underlying perusahaan pertambangan emas, maupun kontrak berjangka komoditi emas. Saya belum berani mengkategorikan e-gold sebagai bentuk investasi emas karena menurut saya e-gold lebih berfungsi sebagai alat pembayaran. Selain itu, e-gold juga mulai kehilangan kredibilitasnya dan semakin jarang digunakan.

Nah, karena sebagian orang merasa kurang “mantap” berinvestasi emas tanpa memegang bentuk fisiknya, maka tulisan kali ini lebih banyak membahas investasi emas yang berbentuk batangan atau koin. Apalagi, sebagian orang tak cuma menganggap emas sebagai investasi, tetapi juga koleksi.
Kelebihan & Kekurangan Emas

Emas nilainya cenderung stabil dan dianggap tak punya efek inflasi (zero inflation effect). Sangat jarang sekali harga emas turun. Emas juga bisa digunakan untuk koleksi dan perhiasan.

Emas bagus pula untuk diversifikasi. Misal Anda sudah berinvestasi di saham, obligasi, reksadana, properti, atau lainnya; membeli emas bisa jadi alternatif yang bagus. Apalagi di beberapa negara konon mengalami penurunan produksi emas. Karena peningkatan kelangkaan emas, bisa dipastikan harganya akan selalu naik.

Keuntungan lainnya, harga emas dipatok dalam USD. Kalau terjadi peningkatan nilai USD, Anda dapat dua keuntungan sekaligus, yaitu dari kenaikan dollar dan kenaikan harga emas itu sendiri. Namun, bila terjadi sebaliknya, hal ini bisa jadi pedang bermata dua.

Bila dibandingkan dengan berinvestasi langsung di mata uang USD, emas lebih menguntungkan. Di Indonesia, money changer relatif rewel. Mereka menghargai murah mata uang keluaran lama atau mata uang yang terlipat. Belum lagi ada risiko nomer seri palsu. Akibatnya, menyimpan mata uang USD harus selalu diperbarui. Berbeda dengan emas yang bisa dibeli dan didiamkan saja beberapa lama.

Kekurangannya terutama pada segi storage dan handling. Menyimpan “hard asset” seperti emas relatif beresiko dan mahal. Selain itu, apabila penyimpanan kurang baik, walau dibungkus protective cover, memungkinkan terjadinya oksidasi dan perubahan warna. Khusus emas berbentuk koin, kalau jatuh, penyok, atau cuil (chipped), sulit untuk di-treatment ulang dan bisa mengurangi harga. Kalau saya bilang, emas kurang cocok buat mereka yang ceroboh atau sembrono.

Kekurangan lain, return-nya relatif stabil dan kalah menggairahkan bila dibandingkan saham atau properti. Juga, sangat tidak disarankan untuk berinvestasi emas hanya dalam jangka pendek (1 tahun atau kurang). Jadi, berdasar kelebihan dan kekurangan tersebut, menurut saya emas cenderung lebih tepat untuk “hedging“ daripada “investasi.”
Variasi Media Emas

Bentuk emas bermacam-macam. Yang paling umum adalah batangan (gold bar) menyerupai batubata dengan kadar 22 karat (95%) atau 24 karat (99%). Jenis ini dipandang yang paling baik karena di manapun dan kapanpun Anda jual, harganya selalu mengikuti harga internasional yang berlaku.

Selain itu ada juga emas berbentuk koin. Nilai dan kadarnya sama dengan emas batangan namun konon jumlahnya terbatas dan sulit dijumpai di pasaran. Ada koin yang harganya sampai lebih dari Rp 50 milyar karena ada variabel sejarah, kepemilikan, dan mungkin kejadian penting saat koin tersebut diluncurkan. Selain itu, kalau Anda ingin membeli koin emas, ada baiknya untuk memilih produsen ternama seperti Maples, Krands, atau Eagles. Mereka adalah produsen aset berkualitas dunia dan produknya diminati kolektor internasional.

Ada juga emas yang berbentuk perhiasan. Namun perhiasan kurang tepat untuk berinvestasi. Pertama, ada biaya pembuatan perhiasan yang membuat harga yang harus dibayar menjadi lebih tinggi. Kedua, perhiasan sifatnya subyektif, tergantung selera individu. Sangat mungkin Anda membelinya dengan mahal namun ketika dijual harganya jatuh karena modelnya tak lagi up to date. Pedagang di toko emas juga harus menanggung ketidakaslian dan penurunan kadar emas karena harus dilebur kembali.

Ada juga emas untuk naik haji (ONH). Selain untuk persiapan naik haji, emas juga bisa digunakan untuk berinvestasi. Misalnya kalau di tahun 90-an perlu 250-300 gram emas untuk naik haji, sekarang hanya perlu separuhnya saja. Hanya saja, emas bentuk ini sifatnya localized distribution dan kurang mendapat perhatian dunia.

Bisa juga berinvestasi secara tidak langsung lewat discretionary fund gold atau hedge fund gold—-namun agak susah kalau lewat Indonesia dan perlu dana yang cukup besar. Namun ada juga yang menawarkan reksadana emas yang masuk ke saham-saham perusahaan produsen emas. Ada pula sejumlah manajer investasi yang membuat semacam forward contract berbasis emas—-mirip dengan investasi di futures (derivatif) emas.

Di Indonesia ada pula yang menawarkan tabungan berbentuk emas untuk keperluan investasi jangka panjang. Misalnya HSBC Syariah dan Bank Syariah Mandiri. Ada juga yang menawarkan dalam bentuk kontrak berjangka. Namun maaf, saya belum punya banyak informasi soal ini.

Oiya, ada sedikit catatan khusus emas putih. Emas putih murni dibentuk dari emas (75%) plus logam lain (platina) sehingga berwarna putih. Sementara emas kuning dibentuk dari emas ditambah kuningan. Tapi ada pula emas putih “murni” yang dibuat dari emas kuning yang diputihkan (dikrom). Emas putih yang murni seharusnya tidak akan pudar setelah digunakan beberapa lama.
Membeli dan Menjual Emas

Secara umum, Anda bisa membeli di toko emas atau Pegadaian (biasanya stok tidak banyak). Terkadang, money changer yang agak bonafid juga melayani. Untuk tren emas, bisa dilihat di situs Kitco. Selain itu bisa dicek juga di situs Gold Price atau UBS Gold untuk melihat perkembangan harga terkini. Pembayaran biasanya bisa dengan tunai, transfer, atau kartu debit. Namun lebih praktis bila pembayaran dilakukan sebelumnya (setelah konfirmasi harga) dengan melakukan transfer terlebih dahulu baru kemudian Anda bawa slip transfer untuk ditukar dengan emas.

Bisa juga beli di Antam unit Pengolahan dan Pemurnian Logam, Jalan Pemuda, Pulogadung. Anda bisa naik busway dari Blok M, turun di Dukuh Atas. Lalu sambung ke arah Pulo Gadung dan turun di perhentian TUGAS. Anda bisa jalan kaki sekitar 100 meter atau naik ojek. Kompleks Antam relatif aman. Sebelum masuk Anda harus lapor, tinggalkan ID, register nama dan alamat, baru Anda dapat surat jalan dan tanda pengenal untuk masuk ke tempat perdangangan.

Pembelian sekecil 1 gram juga bisa dilayani. Mirip membeli pulsa ponsel, ada beberapa nominal yang tersedia. Yang jelas, makin berat emas yang kita beli, biasanya harga per gram menjadi lebih murah karena ada biaya pembuatan. Biaya pembuatan emas batangan 100 gram lebih murah daripada batangan 50 gram. Tidak ada biaya lain-lain. Pembelian dalam jumlah banyak bisa diantar menggunakan pihak ketiga (Securicor).

Untuk menjualnya, Anda bisa bawa kembali ke Antam, Pegadaian, atau ke toko emas dengan harga yang berlaku pada hari tersebut. Prosedurnya sederhana, mirip dengan menukar uang di money changer. Anda bawa emas, cek harga saat itu, lalu terima uang. Kalau harga sedang berfluktuasi, biasanya pada pukul 9.00 (jam buka) dan 12.00 ada perubahan harga dan penyesuaian. Selain itu, menjual emas di Antam bisa sedikit lebih dihargai mahal daripada menjual di toko emas. Walaupun emas bersertifikat selalu akan diterima di manapun, usahakan untuk menjual kembali di tempat kita membeli sebelumnya, apalagi bila kuitansi pembelian masih ada.

Ada pula yang mengatakan bahwa emas buatan luar (misal Swiss/Credit Suise) cenderung dihargai lebih tinggi. Konon katanya berat emas buatan luar cenderung lebih banyak daripada yang tertulis dalam cetakan. Kalau tertarik, Anda bisa beli langsung (cash & carry) atau pesan jarak jauh/melalui agen penjual. Ada pula yang menyarankan untuk beli via eBay karena banyak penjual/kolektor yang bagus dan murah. Namun biasanya ada tambahan delivery charge dan insurance charge. Sementara pajak biasanya tidak ada (atau sudah include ke harga yang dibayar).

Yang jelas, selalu teliti sertifikat (berupa kertas kecil berhologram) dan kuitansi, lalu cocokkan dengan fisik emas yang dibeli. Umumnya ada kode seperti 9999 atau 24 karat, nomer seri dan berat logam dengan cetakan tenggelam, dan logo pembuatnya.
Menyimpan Emas

Kalau jumlahnya tak seberapa, emas bisa saja disimpan di rumah. Namun kalau jumlahnya agak banyak atau Anda sering merasa kurang save, Anda bisa menyewa safe deposit box (SDB) di bank. Hampir setiap cabang bank di berbagai kota menyediakan layanan tersebut dengan tarif sekitar 400 ribu sampai 1 juta untuk ukuran small-medium. Di Commonwealth Bank tarifnya Rp 440 ribu sampai Rp 770 ribu per tahun sudah termasuk pajak. Sementara di BRI tarifnya Rp 1 juta per tahun. Ukuran tersebut sudah cukup untuk menyimpan ijazah, sertifikat, perhiasan, dan emas tentunya.

Pengamanan di SDB relatif cukup bagus dan diawasi dengan ketat. Bisa juga Anda minta untuk diasuransikan. Anda nanti akan diberikan dua kunci, dimana kunci pertama dipegang petugas bank dan kunci kedua Anda yang pegang. Untuk membuka SDB, harus menggunakan kedua kunci tersebut bersamaan.

Friday, May 21, 2010

Pilih Jenis Investasi yang Tepat

Sumber : Kumpulan Info

Berinvestasi berarti kita menanamkan sejumlah uang atau membeli suatu aset dengan maksud memperoleh keuntungan. Dalam berinvestasi selalu ada risiko kerugian yang mungkin saja dialami. Suatu investasi yang dapat memberi peluang keuntungan lebih besar, biasanya akan diikuti dengan risiko kerugian yang lebih besar pula. Anda sebaiknya mengenal keuntungan yang dapat diperoleh beserta risiko kerugian yang mungkin diderita.


Jenis Investasi

Secara umum, aset yang dapat menjadi saran investasi terbagi menjadi dua, yaitu aset riil dan aset finansial. Aset riil adalah aset yang dimiliki dan memiliki wujud yang kita simpan atau miliki. Contohnya aset riil adalah rumah, tanah dan emas. Sedangkan, aset finansial tidak berwujud, biasanya hanya berupa kertas yang merupakan bukti kepemilikan kita. Contoh investasi antara lain tabungan, deposito, reksadana, obligasi, saham, emas, properti, dan lainnya. Sekarang, mari kita lihat apa saja keuntungan dan kerugian dari masing-masing jenis investasi tersebut.

Berikut jenis investasi beserta keuntungan dan kerugian masing-masing jenis investasi :

1. Tabungan : Menyimpan uang di bank untuk dipergunakan kemudian jika diperlukan.

Keuntungan Tabungan
Dapat diambil kapan saja dan tidak memiliki risiko.

Kerugian Tabungan
Uang dapat dengan mudah berkurang, karena dapat diambil kapan saja dengan mudah
serta bunga yang kecil.

2. Deposito
Menyimpan uang untuk periode tertentu, bila belum jatuh tempo uang tidak dapat
diambil atau akan mendapat penalti bila diambil sebelum waktunya.

Keuntungan Deposito
Risiko sangat rendah. Bunga yang dapat diterima lebih besar dibandingkan tabungan
biasa.

Kerugian Deposito
Keuntungan atau bunga yang diterima lebih sedikit bila dibandingkan dengan
jenis investasi lain yang berhadapan langsung dengan risiko pasar.

3. Reksadana
Tempat menghimpun dana secara kolektif. Dana yang terkumpul akan dikelola oleh
Manajer Investasi yang akan diinvestasikan pada jenis investasi lainnya. Bila
mendapat keuntungan atau kerugian akan dibagi secara rata untuk para investor.
Ini dapat menjadi pilihan bagi Anda yang baru memulai untuk berinvestasi. Jenis
risikonya berbeda, tergantung jenis risiko yang dipilih. Jenisnya adalah
reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana saham, dan reksadana
campuran.

Keuntungan Reksadana
Tidak perlu memiliki banyak pengetahuan, karena dikelola oleh Manajer Investasi.
Karena diinvestasikan ke banyak tempat, maka bila terjadi kerugian di satu tempat
bisa tertolong tempat lain yang mungkin menghasilkan keuntungan.

Kerugian Reksadana
Bagi sebagian orang, karena tidak dikelola sendiri sering tidak puas dengan
hasilnya. Keuntungan lebih sedikit dibandingkan saham dan ada biaya yang
dikeluarkan untuk pengelolanya.

4. Obligasi
surat hutang, merupakan bukti bahwa kita memberikan hutang kepada perusahaan
tertentu atau pemerintah. Pihak yang berhutang akan memberi bunga untuk jangka
waktu tertentu. Jangka waktu pengembalian hutang lebih dari satu tahun. Obligasi
yang paling aman adalah obligasi atau surat utang dari negara.

Keuntungan Obligasi
Bunga lebih besar dibandingkan deposito.

Kerugian Obligasi
Jangka waktu panjang (> 1 tahun), sehingga tidak dapat dicairkan bila diperlukan
atau bila ingin berinvestasi lain. Bila pihak yang berhutang bangkrut, berarti
tidak dapat mengembalikan hutangnya.

5. Saham
Memiliki saham berarti Anda memiliki kepemilikan dalam suatu perusahaan. Uang
yang kita tanamkan dijadikan sebagai modal untuk perusahaan tersebut. Perusahaan
akan memberikan keuntungan yang diterima kepada para pemegang saham yang disebut
sebagai deviden. Bila dinilai baik atau banyak orang yang berminat untuk membeli
saham suatu perusahaan, harganya akan naik, sehingga bila Anda menjual sahamnya
akan memperoleh keuntungan. Sebaliknya, bila perusahaan menderita kerugian, harga
sahamnya dapat turun sehingga Anda dapat menderita kerugian. Saham ini dapat
dibeli pada perusahaan sekuritas. Untuk tiap transaksi jual atau beli, Anda akan
dikenakan biaya.

Keuntungan Saham
Dapat mendatangkan keuntungan yang sangat besar bila harga saham naik. Dengan
modal sedikit, dapat diperoleh hasil berkali-kali lipat.

Kerugian Saham
Risiko kehilangan besar pula, saat harga saham turun.

6. Emas
Harga emas cenderung naik setiap tahun, itulah sebabnya banyak orang yang membeli
emas kemudian menjualnya saat harganya naik. Bila hendak digunakan untuk
investasi, emas yang dibeli hendaknya berupa logam mulia batangan atau koin
daripada emas dalam bentuk perhiasan. Emas batangan atau koin tidak mengalami
penyusutan atau ongkos pembuatan yang biasa dikenakan apabila kita menjual dalam
bentuk perhiasan.

Keuntungan Emas
Merupakan aset likuid atau aset yang mudah dijual.

Kerugian Emas
Sulit dalam penyimpanan karena bila tidak hati-hati dapat dengan mudah dicuri.

7. Properti
Sama seperti emas, harga properti yaitu rumah dan tanah cenderung akan naik.
Dengan membeli properti, dan menjualnya di kemudian hari akan mendatangkan
keuntungan karena harga jualnya sudah naik. Harga rumah akan cepat naik bila
lokasinya strategis atau dekat dengan fasilitas umum, ini dapat menjadi
pertimbangan saat akan memilih lokasi. Bila akan membeli rumah di perumahan yang
belum atau masih dibangun, pastikan pengembang dapat dipercaya dan adanya
perjanjian yang jelas, karena ada beberapa kasus, setelah kita membayar,
pembangunan rumah tidak dilanjutkan yang mengakibatkan kerugian.

Keuntungan Properti
Risiko kecil serta dapat disewakan sehingga dapat memberi penghasilan
tambahan.

Kerugian Properti
Perlu dana yang besar untuk membeli rumah atau tanah. Properti bukan aset yang
likuid karena tidak mudah untuk menjualnya bila suatu saat membutuhkan uang.

Pertimbangkan juga kapan Anda ingin mengambil kembali hasil investasi, apakah hanya untuk periode pendek atau untuk jangka waktu panjang. Bila Anda ada keperluan dalam waktu dekat, pilih investasi dengan risiko rendah dan berifat liquid. Sedangkan, untuk jangka panjang, Anda dapat memilih investasi dengan risiko tinggi yang dapat meberi keuntungan yang lebih besar.

Karena berinvestasi memiliki risiko, maka perlu persiapkan mental saat mengalami kerugian atau kegagalan agar tidak menjadi patah semangat. Setidaknya, berinvestasi lebih baik daripada semua penghasilan Anda digunakan untuk pengeluaran tanpa ada bagian yang disimpan.

3 RISIKO INVESTASI YANG PALING DITAKUTI

Sumber : Tabloid NOVA No. 746/XIV

"Beranikah saya mengambil risiko dalam berinvestasi?" Pertanyaan ini mungkin sering terlontar bila Anda sedang menimbang-nimbang untuk melakukan investasi. Katakan Anda punya uang Rp 10 juta, dan Anda bingung apakah akan menaruhnya di bank atau di tempat lain. Kalau ditaruh di bank, Anda mungkin merasa aman. Tetapi kadang-kadang, tawaran investasi di tempat lain seringkali cukup besar dan sangat menggoda, sehingga ini kadang-kadang menakutkan Anda.

Yang namanya investasi pasti ada risikonya. Nah, dari pengalaman saya selama ini, biasanya hanya ada tiga (3) risiko yang paling ditakutkan orang ketika mereka berinvestasi:

1. Turunnya Nilai Investasi

Risiko yang paling ditakuti orang ketika berinvestasi umumnya adalah "Apakah uang saya akan hilang?" Kebanyakan orang mungkin menjawab "tidak" kalau ditanya seperti itu. Iyalah, mana ada, sih orang yang mau kehilangan uangnya? Akan tetapi, masalahnya, yang namanya risiko pasti ada dalam setiap investasi. Hanya bedanya adalah di ukurannya. Ada produk investasi yang risikonya cukup besar, ada yang sedang, ada yang kecil. Itu mungkin butuh pembahasan yang khusus di NOVA nomor-nomor mendatang. Yang jelas, satu hal yang paling ditakuti orang, sekali lagi adalah: "Apakah uang saya akan hilang?"

Oke, sekarang kalau Anda berinvestasi, seberapa besar penurunan nilai yang bersedia Anda tanggung bila Anda mengalami kerugian? 10 persen? 30 persen? 50 persen? Atau 100 persen? Berapapun besar kerugian yang bersedia Anda tanggung, ingatlah, itu adalah bagian dari berinvestasi. Jangan pernah mengharapkan Anda akan terus-menerus untung. Yang namanya kerugian, sesekali memang harus dialami. Kalau enggak mengalami, ya enggak belajar, kan?


2. Sulitnya Produk Investasi itu Dijual

Risiko kedua yang paling ditakuti orang ketika berinvestasi adalah apakah produk investasi yang dibelinya itu mudah untuk dijual kembali. Beberapa orang mungkin senang berinvestasi ke dalam emas karena emas dianggap mudah dijual kembali. Akan tetapi, ada juga orang yang berinvestasi ke dalam mata uang dolar Amerika, dan dolar tersebut cepat-cepat dimasukkannya ke bank. Ini karena bila dolar itu disimpan di lemari, maka kondisi fisik dari kertas uangnya mungkin akan menurun, dan itu kadang-kadang akan menyulitkan bila suatu saat dolar itu hendak dijual kembali. Maklum, beberapa bank seringkali tidak mau membeli mata uang asing Anda bila kondisi uang kertasnya robek, rusak atau kumal.

Contoh lain dari produk investasi yang tidak selalu mudah untuk dijual kembali adalah barang-barang Koleksi. Barang-barang koleksi umumnya tidak selalu mudah dijual kembali karena pasar pembeli barang-barang ini sangat spesifik. Lukisan misalnya. Karena pasarnya yang spesifik, tidak selalu mudah menjual lukisan. Tapi, sekali terjual, bisa saja harganya sangat tinggi dan memberikan untung yang lumayan buat orang yang menjualnya.

Jadi, sebelum Anda memutuskan untuk berinvestasi, ketahui lebih dulu seberapa mudahnya produk investasi Anda bisa dijual kembali. Jangan sampai Anda berinvestasi tapi tidak bisa menjualnya, karena barangnya memang sulit dijual.


3. Hasil Investasi yang Diberikan Tidak Sebesar Kenaikan Harga Barang dan Jasa

Bayangkan kalau Anda berinvestasi di deposito yang memberikan bunga 10 persen setahun, sedangkan dalam setahun harga barang dan jasa malah naik 15 persen? Hal ini seringkali terjadi, bukan karena terlalu tingginya kenaikan harga barang dan jasa, tetapi karena produk yang dipilih itu sendiri belum tentu sesuai.

Iya dong, beberapa dari Anda mungkin menginginkan produk investasi yang aman dan konservatif. Tetapi, konsekuensinya adalah bahwa Hasil Investasi yang didapat mungkin saja tidak bisa menyamai kenaikan harga barang dan jasa. Kalau itu terus Anda alami dari tahun ke tahun, maka Anda akan bangkrut.

Apa yang harus Anda lakukan untuk menghadapi risiko ini? Jangan menutup diri terhadap informasi. Pelajari produk-produk investasi lain yang mungkin Anda belum tahu, dan setelah itu cobalah masuk ke situ dengan mempertimbangkan segala konsekuensinya. Lama-kelamaan, Anda pasti bisa mengatasi tingginya kenaikan harga barang dan jasa dengan berinvestasi pada produk yang memang berpotensi untuk bisa memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding kenaikan harga barang.

Selamat berinvestasi!

KAPAN NILAI INVESTASI BERLIPAT MENJADI DUA? GUNAKAN HUKUM 72

Sumber : Semua Bisnis

Kalau Anda melakukan investasi sekali saja, maka ada saatnya dimana jumlah investasi Anda akan berlipat dua. Sebagai contoh, bila Anda menginvestasikan Rp 1 juta pada deposito yang memberikan suku bunga 12% per tahun (di roll over setiap tahun), maka uang Rp 1 juta Anda akan berlipat dua dalam waktu enam tahun.

Cara menghitungnya adalah dengan menggunakan Hukum 72. Bagi angka 72 dengan suku bunga dari produk investasi Anda. Ini berarti:
= 72 : 12
= 6 tahun.
Itulah jangka waktu yang dibutuhkan agar investasi Anda bisa berlipat dua.

Tentunya, semakin tinggi hasil investasi Anda, maka akan semakin cepat juga investasi Anda berlipat dua. Sebagai contoh, kalau suku bunga deposito Anda adalah 24% per tahun (di roll over setiap tahun), maka uang Rp 1 juta Anda akan berlipat dua dalam waktu 3 tahun (72 : 24 = 3). Bandingkan apabila suku bunga deposito Anda cuma 12%, dimana butuh 6 tahun agar uang Rp 1 juta Anda menjadi berlipat dua.

APA PERLU BELI DOLAR?

Sumber : Semua Bisnis

Seminar yang saya adakan belum lama ini sungguh mengesankan. Semua kursi terisi penuh. Peserta yang datang sangat responsif dan proses interaktif berjalan sangat intens. Yang menarik, walaupun topik seminarnya berkisar tentang bagaimana mempersiapkan kesejahteraan finansial untuk anak, tapi ada peserta bertanya, "Perlu enggak sih kalau kita membeli dolar?"

Pertanyaan ini sebetulnya mencerminkan kebiasaan orang kita yang selalu dilakukan dari dulu sampai sekarang, yaitu membeli mata uang asing. Memang, kalau selama ini kita mengenal rupiah sebagai mata uang utama untuk menabung. Tapi tetap saja orang menoleh ke mata uang asing sebagai alternatif untuk bisa dibeli dan ditabung. Dan dolar, adalah salah satu mata uang yang paling sering dijadikan pilihan. Dalam hal ini, tentu saja dolar Amerika.

Menariknya, alasan orang membeli dolar bermacam-macam. Salah satunya, katanya, nilai uang kita turun terus. Sehingga kalau bisa, kita jangan terus pegang rupiah. Benarkah alasan ini? Tunggu dulu Bapak-Ibu. Yang dimaksud nilai uang kita turun terus mungkin adalah harga barang dan jasa di Indonesia terus mengalami kenaikan. Contohnya, kalau dulu harga barang Rp 10 ribu, sekarang mungkin Rp 12 ribu, dan tahun jadi Rp 15 ribu.

Dari segi kenaikan harga barang memang betul. Tapi, kan, nilai dolar belum tentu juga naik terus? Kalau dulu harga dolar pernah Rp 2.500, lalu naik jadi Rp 5.000, 7.000, 9.000, bahkan pernah sampai Rp 15.000, itu kan karena ada krisis? Belum tentu krisis akan ada lagi. Sekarang, harga dolar malah turun lagi jadi sekitar Rp 9.000. Jadi, jangan beli dolar hanya karena takut harga barang di Indonesia naik terus. Tapi, belilah dolar untuk berjaga-jaga kalau ada apa-apa.

Masih bingung? Begini, kalau Anda perhatikan, harga dolar di Indonesia menganut sistem mengambang bebas. Artinya, harga dolar betul-betul "diserahkan" kepada tawar-menawar di pasar. Kalau yang mau beli dolar lebih banyak, biasanya harganya akan naik. Tapi kalau yang mau beli dolar lebih sedikit daripada yang ingin menjualnya, bisa-bisa harga dolar turun.

Biasanya, keinginan membeli dolar akan lebih banyak muncul, salah satunya, kalau suhu politik mulai memanas. Contohnya, sebentar lagi mau Pemilu. Biasanya, setiap kali menjelang pemilu, suhu politik kita akan naik. Nah, di sinilah orang mulai banyak membeli dolar karena alasan keamanan. Artinya, mereka merasa bahwa keadaan di Indonesia mulai enggak aman. Lalu, mulailah mereka memborong dolar. Akibatnya, harga dolar naik.

Sebaliknya, kalau keadaan negara stabil, adem-ayem, tentram, dan damai, biasanya harga dolar juga akan stabil. Malah cenderung turun. Maklum, keadaan yang tenang membuat orang percaya dengan rupiah, sehingga lebih sedikit orang yang beli dolar. Jadilah harga dolar turun.

Sekarang apakah Anda sebaiknya membeli dolar? Kalau untuk jaga-jaga, silakan saja. Karena situasi negara kita saat ini pun belum bisa dibilang sudah betul-betul aman dan stabil. Ledakan bom di Bali kemarin, misalnya. Yang perlu diingat, jangan masukkan semua uang Anda dalam dolar. Setengahnya saja sudah cukup.

Nah, kalau Anda mau beli dolar, di bawah ini ada sejumlah hal yang harus Anda perhatikan agar Anda tidak malah tergelincir.

1. Belilah dolar di pedagang yang resmi

Salah satu hal yang paling ditakutkan orang ketika membeli dolar adalah mendapatkan uang dolar palsu. Nah, salah satu cara menghindari kemungkinan tersebut adalah dengan membelinya ke penjual resmi, seperti bank atau money changer.

Memang, bank atau money changer sekalipun bisa saja menjual dolar palsu kepada Anda. Tapi tentu mereka punya kepentingan supaya Anda mau selalu balik ke tempat mereka dan jadi pelanggan. Artinya, mereka juga menjaga reputasi. Kalau sampai satu pelanggan kecewa lalu nama mereka masuk ke dalam Surat Pembaca di koran? Wah, bisa jadi iklan buruk buat mereka.

Sekarang, bandingkan dengan penjual dolar perorangan dan tidak resmi yang umumnya tidak punya reputasi yang sudah dibangun sehingga biasanya juga tidak memiliki kepentingan untuk menjaga reputasinya.


2. Jangan pernah lama-lama memegang uang dolar kertas

Kenapa demikian? Karena perubahan fisik sedikit saja pada uang dolar Anda bisa membuatnya dihargai lebih rendah dari yang seharusnya. Pernah suatu hari saya dan istri saya mendapatkan dolar Amerika kertas dari seorang teman. Jumlahnya 200 dolar. Kami mendapatkannya dalam empat lembaran 50 dolar. Kursnya waktu itu sekitar Rp 9.100 per dolarnya. Ketika hendak menjual ke money changer, ada selembar yang fisiknya agak kuning. Langsung saja staf di sana mengatakan dia tidak mau membeli dolar saya seharga Rp 9.100, melainkan harus dipotong Rp 50.

Ini berarti, untuk satu lembar 50 dolar itu, saya rugi Rp 50 per dolarnya. Saya pikir, untunglah cuma selembar saja yang bentuk fisiknya kuning. Kalau semuanya, wah... Jadi, sekali lagi, jangan terlalu lama menahan uang kertas dolar. Lebih baik selekasnya Anda simpan di safe deposit box, atau setorkan saja ke bank.

Memang saat kita setor terkadang biaya selisih kursnya merugikan Anda. Tapi saya pikir, kerugian karena selisih kurs masih lebih mendinglah daripada kerugian akibat peribahan fisik dolar. Lama-lama, bisa-bisa uang dolar Anda malah tidak dihargai sama sekali kalau bentuk fisiknya betul-betul rusak. Kalau disetor ke bank, uang dolar Anda akan tercatat di sistem akuntansi mereka, bukan dalam bentuk fisik. Selain itu, juga dapat bunga. Lumayan, kan?


3. Ketahui arti istilah Kurs Beli dan Kurs Jual

Banyak dari kita yang masih salah mengartikan (atau sering tertukar pada arti) kurs beli dan kurs jual pada tempat jual beli dolar. Oke, andaikan saja Anda datang ke bank. Kemudian di situ terdapat tulisan kurs beli sebesar Rp 9.000 dan kurs jual Rp 9100. Pertanyaannya sekarang, kalau Anda ingin membeli dolar, pada harga berapa Anda akan membeli dolar tersebut?

Jawabannya adalah pada kurs jual. Artinya, kurs jual adalah kurs di mana bank bersedia menjual dolarnya. Sebaliknya, kurs beli adalah kurs di mana bank bersedia membeli dolar yang Anda punya. Anda harus selalu melihat dan mengartikan besarnya kurs dari sisi mereka, bukan dari sisi Anda. Bukan sebaliknya.

Nah, selamat membeli dolar.

MENGHITUNG PERKEMBANGAN DANA INVESTASI (II)

Sumber : Tabloid NOVA No. 649/XIII

Pekan lalu Anda telah melihat bahwa perbedaan penggunaan sistem bunga dapat mempengaruhi saldo investasi Anda pada akhir tahun, walaupun semuanya sama-sama menjanjikan bunga 12 persen per tahun. Sebabnya sederhana: karena jumlah bunga yang Anda terima juga berbeda.

Berbedanya bunga yang Anda dapat itulah yang lalu memunculkan istilah "suku bunga efektif" (effective rate). Yaitu perbandingan jumlah bunga yang Anda dapatkan pada akhir tahun, dengan jumlah uang yang Anda masukkan. Cara menghitung bunga efektif sangat mudah: bunga yang Anda terima pada akhir tahun dibagi dengan nilai nominal uang Anda pada awal tahun.

Jadi, kalau ada sebuah produk investasi yang menjanjikan suku bunga 12 persen per tahun, maka mungkin saja suku bunga efektifnya tidak 12 persen. Apa yang Anda terima pada akhir tahun mungkin lebih dari 12 persen. Dengan mengetahui suku bunga efektif, maka perbedaan yang Anda dapatkan jadi betul-betul terlihat.

Selain itu, suku bunga efektif juga memungkinkan Anda untuk mempercepat perhitungan Anda. Artinya, kalau tadi kita menggunakan contoh Rp 1.000.000 sebagai dana awal investasi Anda, maka untuk selanjutnya, kita bisa saja mengubahnya menjadi Rp 5.000.000.

Anda pun tidak perlu menghitung-hitung lagi berapa jumlah bunga yang Anda dapatkan bila menggunakan sistem bunga berbunga harian, misalnya. Anda tidak perlu menghitung bunga secara berulang-ulang sampai 365 kali. Cukup mengalikannya dengan 12,74 persen, atau kalikan Rp 5 juta tadi dengan 12,74 persen.


MAKIN DINI MAKIN BAIK

Pernah ada orang yang mengatakan bahwa konsep bunga berbunga adalah suatu penemuan terbesar dalam abad ini. Ini tidak berlebihan. Sebagai contoh kalau Anda memasukkan Rp 1.000.000 pada saat ini ke dalam deposito yang memberikan 12 persen per tahun (dengan sistem bunga berbunga tahunan), pada akhir tahun pertama saldo Anda akan menjadi Rp 1.120.000.

Pada akhir tahun kesepuluh, saldo Anda akan menjadi Rp 3.105.848. Pada akhir tahun ke-20, saldo Anda akan menjadi Rp 9.646.293. Lalu pada akhir tahun ke-100, saldo Anda akan menjadi Rp 289.002.190.

Apa yang menyebabkan saldo investasi Anda bisa menjadi begitu besar? Waktu. Semakin lama uang Anda berputar dalam sistem bunga berbunga, makin besar bunga yang Anda dapatkan. Kalau menggunakan contoh bola salju tadi, maka semakin tinggi puncak gunung salju, maka semakin besar pula bola salju itu nantinya ketika sampai di dasar gunung. Ini karena semakin tinggi gunung salju itu, semakin banyak pula perputaran bola salju itu sebelum ia sampai di dasar gunung. Artinya, semakin panjang jangka waktu investasi Anda, maka semakin besar pula saldo investasi Anda kelak.

Kebanyakan investasi meng-gunakan sistem perhitungan bunga berbunga. Sebagai contoh, kalau Anda membeli rumah yang saat ini baru bernilai Rp 100 juta, maka pada akhir tahun, katakan saja rumah itu sudah menjadi senilai Rp 120 juta (ada penambahan nilai 20 persen). Pada akhir tahun kedua, nilai rumah Anda mungkin sudah menjadi Rp 120 juta dikali 20 persen. Begitu seterusnya, walaupun sampai 100 tahun sekalipun. Konsep ini sama untuk hampir semua produk investasi.

Apa hubungan ini semua dengan Anda? Bila Anda menabung untuk tujuan tertentu kelak, maka semakin dini Anda mulai, maka semakin panjang pula jangka waktu investasi Anda, sehingga ini akan makin baik untuk Anda.


BEDA KECIL BERARTI BESAR

Perlu pula disadari perbedaan suku bunga (antar-bank) yang kecil sekalipun bisa berbeda jauh pengaruhnya terhadap saldo investasi Anda. Sebagai contoh, misalkan saja pada saat ini Anda punya Rp 2 juta. Anda lantas membuka deposito 12 bulan pada dua bank, Bank A dan Bank B. Masing-masing Rp 1 juta.

Katakan
saja, suku bunga di Bank A adalah 9 persen per tahun, sedangkan di Bank B adalah 10 persen per tahun (bedanya 1 persen saja). Artinya, pada akhir tahun pertama, Bank A akan memberikan bunga Rp 100 ribu, dan Bank B hanya Rp 90 ribu. Bedanya Rp 10 ribu. Kecil? Memang.

Tapi bila dilihat secara jangka panjang, perbedaan saldo investasi pada kedua deposito itu akan sangat besar. Makin lama waktunya, makin besar perbedaan itu. Pada akhir tahun ke-20, misalnya, saldo Anda di Bank A sudah Rp 5.604.411 dan Bank B Rp 6.727.500. Berarti ada perbedaan Rp 1.123.089.

Pada akhir tahun-50, saldo di Bank A adalah Rp 74.357.520, sedangkan di Bank B mencapai Rp 117.390.853. Jadi perbedaan saldo di kedua bank adalah Rp 43.033.333. Besar sekali!


PADUKAN WAKTU DAN FREKUENSI

Contoh-contoh di atas mengandaikan Anda melakukan investasi sekali saja (lump sum), di mana Anda memasukkan uang sekali saja, dan mendiamkannya selama bertahun-tahun, sampai 50 atau 100 tahun.

Tapi bagaimana kalau Anda tidak melakukan investasi sekali saja, tapi rutin setiap tahun? Misalkan saja setiap awal tahun Anda menyetorkan Rp 1 juta. Setelah 50 tahun, jumlah yang Anda setorkan menjadi Rp 50 juta. Tapi karena Anda memasukkannya dalam investasi bunga berbunga, maka saldo investasi Anda setelah 50 tahun menjadi Rp 2.688.020.438!

Besar sekali! Padahal, jumlah total yang Anda setorkan selama 50 tahun itu hanya Rp 50 juta. Coba Anda bandingkan dengan investasi sekali saja (Rp 1 juta), dan hasil yang Anda dapatkan setelah 50 tahun adalah Rp 289 juta.

Karena itu perpaduan antara frekuensi investasi yang rutin dengan panjangnya jangka waktu investasi yang Anda miliki, akan menghasilkan saldo investasi yang betul-betul dahsyat besarnya. Jadi, bagaimana? Masih mau menunda berinvestasi?


BISA PERIODIK ATAU SEKALI SAJA

Bila Anda melakukan investasi, maka ada dua pilihan, bisa melakukan secara periodik, atau sekali saja. Untuk investasi secara periodik, Anda bisa melakukan investasi setahun sekali, enam bulan sekali, atau bahkan sebulan sekali. Beberapa orang ada yang berinvestasi setiap satu atau dua minggu sekali. Tapi yang penting di sini adalah bahwa yang dimaksud dengan periodik adalah melakukan investasi secara rutin.

Biasanya, berinvestasi secara periodik merupakan cara yang paling ampuh untuk mengejar target dana yang besar kelak. Anda tak perlu memiliki jumlah dana yang besar pada saat ini, tapi cukup menyisihkan sebagian kecil penghasilan Anda untuk diinvestasikan ke dalam sebuah produk investasi. Lama kelamaan, Anda akan memiliki saldo investasi yang begitu besar, karena Anda juga mendapatkan bunga.

Berinvestasi secara periodik sama seperti seorang tukang bangunan yang sedang membuat dinding. Apa yang ia lakukan adalah mengambil sebuah bata, mengoleskannya dengan semen, lalu menempelkannya. Ambil lagi sebuah bata, memberikan semen, dan menempelkannya disebelah kiri atau kanan bata yang tadi. Begitu seterusnya sampai ia bisa menyelesaikan satu lapis. Setelah itu, ia akan melanjutkannya dengan lapis kedua. Lapis kedua selesai, dilanjutkan dengan lapis ketiga. Begitu seterusnya.

Lama kelamaan, Anda akan melihat sebuah dinding. Persis seperti itulah gambarannya bila Anda berinvestasi secara periodik. Hanya bedanya, dengan berinvestasi, Anda juga mendapatkan bunga. Sementara tukang bangunan tadi, tidak mendapatkan 'bunga'. Yang ia lakukan hanyalah seperti menabung ke dalam celengan saja secara rutin. Tetapi prinsipnya sama saja: sedikit-sedikit, akan menjadi bukit.

Anda juga bisa berinvestasi sekali saja (lump sum). Artinya, Anda cukup memasukkan uang sekali saja ke dalam sebuah produk investasi, deposito misalnya, lalu Anda diamkan selama katakanlah sepuluh tahun. Setiap tahun, Anda akan mendapatkan bunga, yang bisa Anda tambahkan ke uang pokok Anda. Kemudian, didepositokan lagi, sehingga bunganya makin lama makin besar. Tapi, selama itu Anda tidak pernah menyentuhnya, sampai selama sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun, Anda akan memiliki jumlah dana yang sangat besar.

MENGHITUNG PERKEMBANGAN DANA INVESTASI (I)

Sumber : Tabloid NOVA No. 648/XIII

Pada nomor yang lalu, Anda telah belajar tentang bagaimana mengetahui posisi keuangan Anda pada saat ini. Bahkan sebelum- nya Anda juga sudah belajar tentang bagaimana menyusun sebuah Anggaran Keluarga.

Sekarang, Anda mungkin memutuskan untuk melakukan investasi untuk memperbesar nilai harta Anda. Dari jumlah harta yang Anda miliki, Anda mungkin memiliki sejumlah uang menganggur yang bisa Anda investasikan. Dari anggaran keuangan, Anda mungkin juga memiliki sekitar Rp 300 ribu per bulan yang bisa diinvestasikan.

Masalahnya, Anda mungkin tahu bagaimana cara menghitung keuntungan dalam melakukan investasi. Banyak orang yang melakukan investasi, tapi tidak tahu bagaimana cara menghitung keuntungan yang sudah dia dapatkan.

Untuk mengetahuinya, Anda perlu belajar tentang konsep bunga (interest). Konsep bunga, sering disebut juga dengan konsep hasil investasi (return). Keduanya memiliki prinsip yang sama.

Mari kita ambil contoh, misalkan saja pada saat ini Anda memiliki dana sejumlah Rp 1 juta. Anda pergi ke bank, menemui customer servicenya, dan mengutarakan maksud Anda. Dia mengatakan bahwa bank akan memberlakukan suku bunga sebesar 12 persen per tahun bila Anda membuka deposito di situ.

Sekarang, kita akan menghitung, berapa bunga yang akan Anda dapatkan pada akhir tahun, dan berapa saldo investasi Anda bila Anda membiarkan saja investasi berputar selama sepuluh tahun. Untuk itu, ada beberapa pilihan sistem bunga:

1. Bunga Sederhana (simple interest)
2. Bunga Berbunga (compound interest)

Bunga berbunga bisa dibagi lagi. Yakni:
* Bunga Berbunga Tahunan (yearly compound interest)
* Bunga Berbunga Bulanan (monthly compound interest)
* Bunga Berbunga Harian (daily compound interest)

Saya akan menunjukkan bagaimana cara menghitung untuk masing-masing sistem bunga tersebut. Suka atau tidak suka, saya rasa akan sangat penting apabila Anda mengetahuinya.


BUNGA SEDERHANA

Bila bank itu menggunakan sistem Bunga Sederhana, maka pada akhir tahun pertama, Anda akan mendapatkan bunga sebesar:
Rp 1 juta x 12 persen = Rp 120.000.

Pada akhir tahun kedua, Anda akan mendapatkan bunga sebesar:
Rp 1 juta x 12 persen = Rp 120.000.

Pada akhir tahun ketiga, Anda akan mendapatkan bunga sebesar
Rp 1 juta x 12 = Rp 120.000.

Begitu seterusnya, hingga setelah sepuluh tahun, Anda akan mendapatkan total bunga sebesar: Rp 120.000 x 10 = Rp 1.200.000.

Dengan demikian saldo investasi Anda akan menjadi: Rp 1.000.000 (dana awal) + Rp 1.200.000 (jumlah total bunga) = Rp 2.200.000.

Sederhana, bukan? Karena itu pula, sistem penghitungan bunga ini disebut Bunga Sederhana.


BUNGA BERBUNGA

Konsep bunga berbunga adalah suatu konsep di mana bunga yang Anda dapatkan akan ditambahkan ke uang pokok Anda, sehingga bunga yang dihasilkan pada tahun berikutnya akan lebih besar lagi. Persis seperti bola salju yang menggelinding dari atas bukit salju. Makin ke bawah makin besar.

Sekarang kita
kembali gunakan contoh uang Rp 1 juta tadi. Bila Anda membuka deposito senilai Rp 1 juta dengan bunga 12 persen per tahun, maka saldo investasi Anda pada setiap akhir tahun adalah sebagai berikut:

Pada akhir tahun pertama, saldo Anda adalah:
Rp 1.000.000 + (Rp 1.000.000 x 12 persen) = Rp 1.000.000 + Rp 120.000 = Rp 1.120.000

Pada akhir tahun kedua, saldo Anda menjadi:
Rp 1.120.000 + (Rp 1.120.000 x 12 persen) = Rp 1.120.000 + Rp 134.400 = Rp 1.254.400.

Pada akhir tahun ketiga, saldo Anda menjadi:
Rp 1.254.400 + (Rp 1.254.400 x 12 persen) = Rp 1.254.400 + Rp 150.528 = Rp 1.404.928.

Begitu seterusnya tiap tahun, hingga akhirnya pada akhir tahun ke-10 saldo saldo investasi Anda akan menjadi Rp 3.105.848. Jauh lebih banyak dibanding apabila Anda memakai metode bunga sederhana tadi (yang hanya Rp 2.200.000).


BUNGA BERBUNGA BULANAN

Apa yang Anda lihat di atas tadi adalah konsep bunga berbunga, yang bunganya dibayarkan setiap tahun (yearly compound interest). Namun demikian, ada juga bunga berbunga yang bunganya dibayarkan setiap bulan (monthly compound interest).

Sebagai contoh, kita akan menggunakan angka yang sama dengan contoh di atas, di mana Anda memasukkan uang Rp 1 juta. Hanya bedanya, Anda tidak membukanya dalam bentuk rekening deposito, tapi tabungan.

Untuk mudahnya, anggap saja tabungan ini juga memberi bunga 12 persen per tahun, dibayarkan secara bulanan. Ini berarti, pada setiap akhir bulan, bunga yang Anda dapatkan bukan 12 persen, melainkan 12 persen dibagi 12, atau 1 persen. Ini karena ada 12 bulan dalam setahun.

Dengan demikian, perhitungan saldo investasi Anda pada akhir bulan pertama adalah:
Rp 1.000.000 + (Rp 1.000.000 x 1 persen) = Rp 1.000.000 + Rp 10.000 = Rp 1.010.000.

Pada akhir bulan kedua, saldo Anda menjadi:
Rp 1.010.000 + (Rp 1.010.000 x 1 persen) = Rp 1.010.000 + Rp 10.100 = Rp 1.020.100

Begitu seterusnya tiap bulan hingga pada akhir bulan ke-12 saldo Anda menjadi:
Rp 1.115.668 + (Rp 1.115.668 x 1 persen) = Rp 1.115.668 + Rp 11.157 = Rp 1.126.825.

Bila ini terus berlanjut hingga akhir tahun ke-10 (atau bulan ke-120), saldo investasi Anda menjadi Rp 3.300.387. Lebih banyak dibandingkan apabila Anda memakai sistem bunga berbunga tahunan.


BUNGA BERBUNGA HARIAN

Bagaimana dengan sistem bunga berbunga yang dibayarkan secara harian (daily compound interest)? Banyak iklan bank menawarkan produk tabungan yang memberikan bunga secara harian seperti ini. Konsepnya hampir sama dengan bunga berbunga bulanan. Bedanya, bunganya tidak dibagi 12, tetapi 365 (sesuai jumlah hari per tahun), hingga besarnya adalah 0.03 persen per hari.

Kini kita akan menghitung, berapa jumlah yang akan Anda dapatkan. Sekali lagi, kita gunakan contoh seperti di atas.

Saldo Anda pada akhir hari pertama adalah:
Rp 1.000.000 + (Rp 1.000.000 x 0,03 persen) = Rp 1.000.000 + Rp 329 = Rp 1.000.329.

Begitu seterusnya hingga setelah setahun (atau akhir hari ke 365) saldo Anda menjadi:
Rp 1.127.104 + (Rp 1.127.104 x 0,03 persen) = Rp 1.127.104 + Rp 371 = Rp 1.127.475.

Bila diteruskan sampai 10 tahun, maka pada akhir hari ke 3.650, saldo Anda akan menjadi
Rp 3.319.462. Lebih banyak daripada kalau bank Anda memakai sistem bunga berbunga bulanan.