Monday, March 22, 2010

Friday, March 19, 2010

Pivot Point

( Sumber : Wikipedia )

Pivot Poin adalah perhitungan aritmatika yang dipergunakan oleh trader untuk mengantisipasi pergerakan harga.
Pivot Poin paling sering digunakan oleh FOREX Trader untuk menetukan level Support dan Resistance yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengambil keputusan.

Sebagai alat Teknical Analysis, Pivot Poin lebih efektif di Currency trading dibanding dengan pasar equity. Hal ini dikarenakan oleh volume yang sangat besar dalam perdagangan yang mencapai TRILIUNAN dolar setiap hari sehingga tidak dapat dimanipulasi oleh suatu institusi atau aksi dari institusi investor.

Analisa Pivot Point

Trading dengan menggunakan Pivot Poin didasarkan pada dua tendensi.

1.
Bila suatu hari harga dibuka diatas Pivot Point, maka ia akan selalu berada diatas poin tersebut sampai ia menyentuh titik Resistance.
2.
Sebaliknya bila pada suatu hari harga dibuka di bawah Pivot Poin maka ia akan selalu berada di bawah poin tersebut sampai ia menyentuh titik Support. Ketika ia tidak mampu menembus R1 maka ia cenderung akan berbalik ke S1. Sebaliknya pula ketika ia tidak mampu menembus titik S1 maka ia cenderung akan berbalik ke R1

Resistance adalah titik diatas pivot dimana harga akan cenderung berbalik ketika menyentuh atau mendekati titik tersebut. Suport adalah titik dibawah pivot dimana harga akan cenderung berbalik ketika menyentuh atau mendekati titik tersebut.

Sederhananya, trading dengan Pivot Poin adalah berdasarkan dua tendensi tersebut dan biasa diistilahkan dengan "trading between the lines". Formula populer dan sukses adalah trading berdasarkan revelsals. Ketika harga berada di atas Pivot dan trader menunggu ia mendekati titik resistance dan berbalik, maka dia mengambil posisi sell. Sebaliknya ketika harga berada dibawah Pivot, trader yang sabar akan menunggu harga mendekati support, saat berbalik ia akan ambil posisi buy.

Jika pasar dibuka pada titik ekstrim R2 atau S2, harga akan menunjukkan kecendrungan kembali ke pivot point. Karena itu, trader tidak akan membuka posisi buy pada level R2 atau membuka posisi Sell pada level S2.

Kalkulasi Pivot Point

Sebenarnya banyak formula yang digunakan untuk menghitung pivot poin. Tetapi yang paling mudah adalah berdasarkan dengan harga. Pivot Trading dimulai dengan menghitung Pivot Poin yang diambil dari harga tertinggi rata-rata, terendah rata-rata dan harga penutupan pada sesi kemarin.

Pada pasar forex adalah 24 jam dan penutupan umumnya berdasarkan Eastern Time (EST) pada pukul 5 sore (24 wib), sama dengan penutupan New York Stock Exchange. Tapi ada juga yang menggunakan jam 12 siang EST sebagai referensi penghitungan pivot poin.

Pada rumus dibawah ini "H" adalah high, "L" adalah low, and "C" adalah closing price pada sesi kemarin.

Pivot Point = (H+L+C)/3

Resistance Level 1 = (2*PP)-L
Support Level 1 = (2*PP)-H

Resistance Level 2 = (PP-S1) + R1
Support Level 2 = PP - (R1 - S1)

Beberapa trader ada juga yang mau menghitung titik extrim (R3, S3) tetapi sedikit sekali.

Resistance Level 3 = (PP-S2)+R2
Support Level 3 = PP - (R2-S2)

---------------------
Midpoint Calculations

Beberapa perhitungan juga menghasilkan nilai midpoints - tingkat level trading yang terletak di Midpoint berada diantara r1 dan R2, S1 dan S2, r1 dan PP, dan akhirnya S1 dan PP.

Selama rentang pergerakan nilai harga perdagangan tidak terlalu sempit, referensi poin-poin ini relatif sama pentingnya sebagai pasangan level support dan resisten.

M1= (S2+S1)/2
M2= (S1+PP)/2
M3 = (R1+PP)/2
M4 = (R2+R1)/2

Thursday, March 18, 2010

Investasi Damai ala Van Winkle

( Sumber : Kontan 15 Maret 2010 )









Monday, March 15, 2010

Reksadana Terproteksi

( Sumber : Kontan )


Sejak awal tahun 2006 lalu, muncul jenis reksadana baru yang memberikan iming-iming setinggi langit kepada investor. Namanya reksadana terproteksi atau capital protected fund (CPF).

Belakangan ini, penawaran produk-produk reksadana terproteksi semakin marak. Total nilai dana yang telah diinvestasikan di reksadana jenis ini sudah mencapai Rp 11,9 triliun. Jangan heran. Reksadana terproteksi memang mempunyai kelebihan dibandingkan dengan reksadana-reksadana lainnya, yakni ia bisa melindungi investasi awal investor. Tapi, ia juga mengandung banyak risiko.

Sesuai dengan namanya, reksadana terproteksi memang memberikan proteksi atawa perlindungan kepada investor. Apa yang diproteksi? Yang diproteksi adalah nilai investasi awal yang disetorkan oleh investor. Jadi, pokok investasi awal investor akan tetap 100%. Taruh kata Anda menginvestasikan uang Rp 20 juta; duit itu tidak akan berkurang sampai reksadana itu bisa dicairkan. Inilah yang membuat CPF agak mirip deposito.

Yang menarik, ada pula beberapa produk CPF yang memberikan proteksi tambahan berupa tingkat keuntungan tertentu. Jadi, yang dilindungi bukan cuma investasi awalnya, tapi juga keuntungannya. Sebagai contoh ada reksadana terproteksi yang memberikan proteksi sebesar 108%. Ini artinya selain memperoleh proteksi investasi awal sebesar 100%, investor juga bakal memperoleh keuntungan minimal sebesar 8%.

Perlindungan yang diberikan oleh reksadana terproteksi itu tentu saja bukan datang dari langit. Tapi, jaminan atas keutuhan investasi awal investor itu juga bukan datang dari sebuah institusi penjamin; baik asuransi, bank sentral, atau yang lainnya. Yang memberikan proteksi, tak lain, adalah skim investasi reksadana terproteksi itu sendiri. Maksudnya, manajer investasi akan menyusun portofolio tertentu yang bisa melindungi investasi awal investor.

Yang paling ideal, MI reksadana terproteksi umumnya menerapkan strategi static portfolio hedging. Dalam strategi ini, MI menyusun sebuah portofolio investasi yang memberikan lindung nilai (hedging) atas investasi awal investor. Caranya adalah dengan menginvestasikan sebagian besar dana investor di instrumen obligasi tanpa bunga (zero coupon bond).

Ambil contoh, sebuah MI mengelola dana sebesar Rp 100 miliar di CPF-nya. Ia lantas menggunakan Rp 80 miliar (80%) dana itu untuk membeli zero coupon bond perusahaan X yang kebetulan harganya juga 80% (untuk menggantikan bunga, biasanya zero coupon bond dijual dengan harga diskon). Sisa dana yang Rp 20 miliar diinvestasikan di instrumen investasi lain; bisa deposito, saham, valuta asing (valas), dan lain-lainnya. ?

Sabtu lalu kita sudah membahas contoh pengelolaan portofolio reksadana terproteksi secara statis (static portfolio hedging); yaitu dengan menginvestasikan 80% duit investor di obligasi bebas bunga (zero coupon bond).

Umumnya manajer investasi menginvestasikan sebagian besar dana investor reksadana terproteksi atau capital protected fund (CPF) di dalam obligasi atau surat utang. Tapi, tidak seperti di reksadana pendapatan tetap, MI tidak memperdagangkan obligasi ini; melainkan menyimpannya sampai jatuh tempo.

Nah, selain alokasinya khusus, cara pengelolaan portofolionya juga spesial. Obligasi bebas bunga yang sudah dibeli itu tidak boleh diperdagangkan; tapi harus disimpan saja hingga jatuh tempo.

Dengan portofolio dan strategi seperti itu, pada saat zero coupon bond jatuh tempo, duit yang 80% itu akan berbiak menjadi 100%. Pasalnya, ketika jatuh tempo obligasi itu akan dibayar penuh 100%. Praktis, nilai investasi awal CPF yang Rp 100 miliar pun tetap utuh.

Jika 20% duit yang diinvestasikan di instrumen lain juga berbiak, investor juga bisa mengantongi keuntungan lebih.
Sayangnya, suplai zero coupon bond di pasar obligasi Indonesia sangat minim. Jadi, jangan heran kalau nyaris tak ada MI di Indonesia yang menerapkan strategi static portfolio hedging tersebut.

Sebagai alternatif, para MI kemudian mengganti obligasi bebas bunga itu dengan obligasi biasa. Tapi, tentu saja, mereka tidak asal comot obligasi. Obligasi yang mereka pilih umumnya adalah obligasi pemerintah atau obligasi swasta yang memiliki rating BBB atau lebih tinggi.

Karena digunakan untuk melindungi investasi awal para investor, porsi investasi obligasi ini biasanya sangat besar; sekitar 80%-100% dari total dana.

Tapi, jangan asal tubruk. Meskipun namanya terproteksi; reksadana ini tetap memiliki banyak risiko. Risiko yang pertama adalah risiko likuiditas. Pihak MI biasanya melarang investor menarik duitnya sewaktu-waktu. Kalaupun bisa menarik, pihak MI biasanya akan memungut biaya penarikan (redemption fee) yang tinggi.

Agar terbebas dari biaya penarikan tersebut, investor harus bersabar menunggu sampai saat jatuh tempo. Jangan bingung, sebab reksadana terproteksi ini memang memiliki jatuh tempo; bisa 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, atau sampai 5 tahun.

Karena MI berinvestasi di obligasi, reksadana terproteksi juga mengandung risiko kredit (credit risk). Ketika jatuh tempo, mungkin saja emiten obligasi itu ternyata gagal bayar (default).

Dalam edisi Selasa (20/3), kita sudah membahas bahwa, mirip dengan reksadana pendapatan tetap, reksadana terproteksi juga memiliki risiko likuiditas dan risiko kredit. Selain kedua risiko itu, ada lagi yang disebut risiko akselerasi. Maksudnya, dalam kondisi tertentu, misalnya terjadi krisis ekonomi lagi atau tiba-tiba pemerintah mengenakan pajak atas bunga obligasi yang dibeli reksadana, mungkin saja manajer investasi (MI) melikuidasi reksadana terproteksinya di tengah jalan.

Jika ini terjadi, investasi awal investor pun belum tentu akan kembali utuh.
Variasi produk reksadana terproteksi semakin lama semakin banyak saja. Akibatnya, tingkat risiko masing-masing produk pun menjadi sangat beragam. Agar tak salah pilih, investor harus memperhatikan beberapa aspek penting ketika memilih produk reksadana terproteksi. Aspek-aspek itu adalah: profil risiko investor, tingkat proteksi produk, dan masa jatuh temponya.

Nah, jika siap memikul risiko-risiko itu, Anda boleh mencoba untuk membeli produk reksadana terproteksi. Kebetulan, reksadana jenis ini saat ini memang sedang marak ditawarkan.

Tapi, Anda tidak bisa membeli reksadana terproteksi tersebut setiap saat. Soalnya, berbeda dengan reksadana pada umumnya, reksadana terproteksi hanya ditawarkan dalam jangka waktu yang terbatas. Umumnya, lama masa penawaran itu adalah sekitar satu bulan. Setelah masa penawaran selesai, investor tidak bisa masuk lagi.

Nah, agar tak salah pilih, secara umum, ada beberapa tip yang harus Anda perhatikan pada saat akan memilih produk reksadana terproteksi.

Pertama, kenali dahulu profil risiko Anda. Jika Anda termasuk orang yang cenderung menghindari risiko tinggi (risk averter), belilah reksadana terproteksi yang alokasi investasi terbesarnya di obligasi pemerintah. Biar lebih aman, akan lebih baik lagi jika Anda bisa menemukan produk yang telah bekerjasama dengan pihak ketiga sebagai pembeli siaga. Tugas pihak ketiga ini adalah menjadi penampung jika ada nasabah yang menjual unit-unit reksadananya sebelum jatuh tempo.

Kedua, perhatikan tingkat proteksi yang diberikan. Proteksi ini dinyatakan dalam persentase. Semakin tinggi persentase proteksinya, semakin menguntungkan.

Ketiga, pilih reksadana terproteksi yang masa jatuh temponya sesuai dengan kebutuhan dana Anda. Jangan menginvestasikan dana yang akan dibutuhkan dalam jangka pendek ke dalam reksadana terproteksi jangka panjang. Ingat dana Anda akan dikunci, dan tak bisa ditarik setiap saat.

Keempat, baca prospektus reksadana terproteksi sebelum membelinya. Perhatikan klausul-klausul yang bisa membuat proteksi reksadana tersebut gugur.

Reksadana Saham

( Sumber : Kontan )


Dari semua jenis reksadana yang telah diperkenalkan pada investor di Indonesia, reksadana saham sanggup memberikan imbal hasil paling tinggi. Tapi, jangan lantas asal tubruk. Dalam investasi selalu berlaku prinsip: hasil investasi yang tinggi sepadan dengan risiko yang tinggi pula. Karena itu, sebelum memutuskan membeli reksadana saham, kenali dan pahami dulu seluk beluknya.

Nah, menurut ketentuan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), penempatan dana pada ekuitas tadi paling tidak mesti mencapai 80% dari total dana kelolaan. Dus, manajer investasi (MI) boleh menempatkan sampai 100% dana kelolaannya pada saham. Tapi, bila penempatannya pada saham kurang dari 80%, namanya bukan lagi reksadana saham.

Intinya, reksadana saham membuka jalan bagi orang yang ingin membeli saham tapi duitnya terbatas. Maklum, untuk berinvestasi langsung ke saham perlu dana yang gede.

Coba kita hitung. Untuk berinvestasi di saham, Anda mesti membeli minimal 1 lot atau setara 500 saham. Taruh kata, Anda ambil saham yang murah, harganya Rp 500 per saham. Berarti, Anda mesti menyediakan dana Rp 250.000 untuk membeli satu jenis saham saja. Pasti Anda pikir, masih enteng kan?

Namun, jangan salah. Dengan hanya memiliki satu jenis saham, nilai investasi Anda akan sangat terpapar oleh naik-turunnya harga saham tersebut. Maksudnya, saat harganya naik, nilai investasi Anda sontak naik. Sebaliknya, saat harganya sangat jatuh, nilai investasi Anda juga langsung terjun. Jadi, tidak ada penyebaran risiko.

Karena itu, orang yang ingin berinvestasi di saham sebaiknya melakukan diversifikasi dengan membeli beberapa jenis saham. Selain itu, ia mesti memiliki kemampuan menganalisa dan memilih saham. Ia juga mesti punya waktu untuk memantau perkembangan pasar yang fluktuatif.

Ada lagi masalah lain. Bila ingin berinvestasi di saham, Anda mesti membelinya melalui broker alias pialang. Nah, perusahaan broker biasanya menetapkan setoran dana awal minimal Rp 50 juta. Sekalipun, Anda hanya ingin membeli 1 lot! Syukurlah, ada reksadana saham yang bisa mengatasi masalah-masalah tadi. Bagaimana bisa? Kita akan bahas di edisi besok.

Banyak faktor yang membuat orang berpikir seribu kali sebelum memutuskan untuk berinvestasi langsung di saham. Besarnya modal yang mesti disiapkan mungkin tak begitu soal bagi sebagian orang. Tapi, investor juga mesti mampu menganalisis dan memilih saham. Belum lagi, ia tak boleh lengah untuk senantiasa memonitor perkembangan pasar yang sering kali fluktuatif.

Nah, reksadana saham bisa menjadi solusi persoalan itu. Dengan reksadana, orang tidak perlu khawatir soal modal berinvestasi saham yang cukup besar. Reksadana memang dirancang sebagai sarana investasi bagi orang yang tidak punya kantong tebal. Setidaknya, gagasan idealnya seperti itu. Jadi, sekumpulan investor yang duitnya terbatas itu bisa berinvestasi beramai-ramai lewat reksadana.

Dengan demikian, fulus yang terkumpul cukup untuk diinvestasikan di sejumlah saham. Lantaran penempatan investasinya tersebar di banyak saham, risiko yang mesti dihadapi investor otomatis juga tersebar. Boleh saja harga satu-dua saham anjlok, tapi harga saham-saham yang lain dalam keranjang investasi reksadana itu naik atau stabil. Alhasil, nilai aktiva bersih (NAB) per unit reksadana boleh jadi hanya sedikit tergerus atau malah masih meningkat. Tapi, tentu kinerja NAB per unit penyertaan itu sangat tergantung dari saham-saham yang dipilih oleh si MI.

Nah, satu lagi kelebihan reksadana saham, investor tidak perlu puyeng memikirkan saham mana yang mesti dipilih. Tidak perlu pula melakukan analisis-analisis saham yang njelimet. Sebab, semua itu menjadi tugas dan tanggung jawab MI. MI juga yang akan menyelesaikan segala urusan dalam bertransaksi saham dengan pialang. Dus, tugas investor tinggallah memilih MI alias pengelola reksadana yang baik dan bisa dipercaya. Ini penting. Soalnya, pemilihan MI ini bisa menentukan kinerja reksadana kita.

Keuntungan reksadana saham lebih tinggi ketimbang reksadana pendapatan tetap yang berorientasi pada bunga. Keuntungan reksadana saham berasal dari kenaikan harga portofolio sahamnya yang disebut capital gain atau selisih antara harga jual dengan harga beli saham. Keuntungan lain diperoleh bila perusahaan penerbit saham membagi dividen atau bagian dari laba perusahaan kepada pemegang saham.

Namun, karena harga saham fluktuatif, investor reksadana saham sebaiknya punya horizon investasi jangka panjang. Sebab, umumnya, harga saham akan terus meningkat sesuai kinerja perusahaan.

Reksadana Pendapatan Tetap

( Sumber : Kontan )


Jenis reksadana yang pertama adalah reksadana pendapatan tetap atau reksadana obligasi. Sesuai dengan namanya, reksadana ini membiakkan sebagian besar dana investor di dalam instrumen surat utang atau obligasi.

Reksadana merupakan alternatif investasi yang tepat bagi investor yang punya dana terbatas. Masalahnya, berdasarkan instrumen investasinya, ada banyak jenis reksadana di pasar yang memiliki profil imbal hasil maupun risiko berbeda-beda. Biar tidak salah pilih, investor harus mempelajari seluk-beluk berbagai jenis reksadana tersebut.

Sebagian besar itu berapa, sih? Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah memberikan rambu-rambunya. Peraturan Bapepam-LK bilang bahwa yang masuk kategori reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang menempatkan minimal 80% dana investor di instrumen obligasi.

Jadi, kalau ada reksadana yang porsi investasinya di obligasi di bawah 80%, ia tidak termasuk reksadana obligasi. Sebaliknya, ada reksadana obligasi yang porsi investasinya di obligasi sampai 100%.

Ada dua jenis pendapatan yang menjadi sumber keuntungan (return) reksadana obligasi. Pendapatan yang pertama berasal dari bunga atau kupon yang diberikan oleh obligasi-obligasi yang ada di dalam reksadana tersebut.

Sifat pendapatan ini tetap. Soalnya, para penerbit obligasi membayarkan kupon obligasi mereka secara rutin dalam jangka waktu tertentu -- biasanya tiga bulan -- dan nilainya juga tetap. Karena ada aliran pendapatan yang tetap inilah, reksadana ini kemudian dinamai reksadana pendapatan tetap.

Tapi, jangan sampai terjebak. Karena namanya reksadana pendapatan tetap, banyak orang berpikir bahwa tingkat keuntungan reksadana jenis ini akan selalu tetap mirip deposito. Parahnya, malah ada investor yang beranggapan bahwa investasi awal di reksadana pendapatan tetap juga tak bisa berkurang, alias selalu tetap.

Presepsi yang telanjur latah ini salah besar! Sebab, aslinya tingkat keuntungan reksadana pendapatan tetap juga bisa naik-turun. Dalam satu bulan tertentu, misalnya, ia bisa memberikan keuntungan 2% per bulan.

Tapi, di saat lain, keuntungan reksadana yang sama bisa cuma 1% per 30 terakhir. Bahkan, bukan tidak mungkin keuntungan reksadana pendapatan tetap ini justru minus atau merugi. Kalau kerugian ini terjadi secara terus-menerus, pada akhirnya investasi awal investor juga akan termakan.

Asal tahu saja, akhir 2005, industri reksadana kita pernah geger akibat fluktuasi return reksadana pendapatan tetap yang berlebihan. Bayangkan, waktu itu, suatu reksadana pendapatan tetap bisa merugi 20% atau lebih dalam sehari doang.

Kok, bisa? Bisa, karena selain ditentukan oleh bunga, keuntungan reksadana pendapatan tetap juga ditentukan oleh perubahan harga obligasi yang menjadi ladang investasinya.Ya, di pasar, harga obligasi -- yang dinyatakan dalam persentase dari nilai pokoknya -- memang bisa naik-turun. ?

KONTAN edisi Rabu kemarin (7/3) sudah membahas seluk-beluk reksadana pendapatan tetap. Intinya, keuntungan reksadana pendapatan tetap yang berbasis obligasi bisa naik turun mengikuti harga obligasi di pasar. Ada banyak hal yang mempengaruhi harga obligasi.

Reksadana pendapatan tetap sebaiknya digunakan sebagai ladang investasi jangka panjang. Dengan cara ini, investor akan terhindar dari kerugian akibat gejolak harga obligasi dalam jangka pendek.

Faktor penentu yang paling utama adalah suku bunga pasar (BI rate). Pada saat bunga naik, harga obligasi yang menjadi tempat investasi reksadana obligasi akan turun. Akibatnya, keuntungan reksa-dana obligasi juga akan ikut turun. Sebaliknya, pada saat bunga turun, harga obligasi di pasar justru akan naik. Akibatnya, return reksadana obligasi juga ikut terkerek. Karena itulah, reksadana obligasi tergolong memiliki risiko menengah; bukan rendah.

Nah, investor yang berniat berinvestasi di obligasi pendapatan tetap harus memiliki nyali yang cukup agar siap menghadapi fluktuasi keuntungan yang mungkin terjadi sewaktu-waktu. Kalau suatu saat keuntungan reksadana pendapatan tetap tiba-tiba bergejolak, apa yang harus dilakukan oleh investor?

Para pakar investasi menganjurkan agar investor tak panik dan buru-buru menjual unit reksadananya. Pasalnya, tindakan menjual reksadana secara panik hanya akan memperburuk keadaan. Jika aksi jual itu dilakukan oleh banyak investor, MI pun terpaksa harus menjual sebagian besar obligasi yang ada di dalam portofolio investasinya.

Akibatnya, mungkin, ia harus menjual obligasi itu dengan harga yang murah. Ujung-ujungnya, penjualan secara obral ini bikin keuntungan reksadana pendapatan tetap itu semakin anjlok.

Selain itu, para pakar investasi juga menganjurkan agar investor menggunakan reksadana pendapatan tetap ini sebagai wahana investasi jangka panjang (di atas 3 tahun). Dengan strategi seperti ini, investor reksadana pendapatan tetap akan terhindar dari kerugian akibat fluktuasi harga obligasi dalam jangka pendek.

Reksadana Pasar Uang

( Sumber : Kontan )


Apa itu instrumen pasar uang? Instrumen pasar uang adalah efek utang jangka pendek yang usianya tak lebih dari setahun. Misalnya, sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito atau obligasi yang akan jatuh tempo kurang dari satu tahun.

Jangan terkecoh dengan namanya. Reksadana pasar uang bukan berarti reksadana yang menempatkan dana investornya pada berbagai mata uang. Yang benar, reksadana pasar uang adalah reksadana yang menempatkan seluruh atawa 100% dana kelolaannya pada instrumen pasar uang.

Dengan karakteristik seperti itu, reksadana pasar uang sangat cocok bagi mereka yang terbiasa berinvestasi di deposito, tapi ingin mulai menjajal berinvestasi di reksadana. Produk ini pas juga buat investor yang mementingkan likuiditas dan orientasi investasinya jangka pendek.

Lantaran sifatnya yang seperti itu, tentu saja para investor mesti maklum bila hasil investasinya tak berbeda jauh dari bunga deposito. Soalnya, ya itu tadi, reksadana pasar uang menempatkan menempatkan sebagian dana investor ke deposito.

Lo, lalu apa nilai lebihnya ketimbang menaruh dana langsung di deposito? Keunggulan pertama adalah soal kebebasan waktu penarikan.
Sudah aturan main yang jamak, jika investor mencairkan deposito sebelum jatuh tempo yang disepakati, ia akan kena penalti alias denda. Besarnya bisa mencapai 10% atas bunga. Artinya, untuk menghindari denda ini, si pemilik dana mesti merelakan dananya ngendon di bank minimal satu bulan.

Enaknya, jika berinvestasi di reksadana pasar uang, investor bisa mencairkan dananya kapan pun ia inginkan tanpa kena denda. Menurut aturan Badan Pengawas Pasar Modal, paling lambat 7 hari setelah pengajuan permohonan pencairan, si investor sudah bisa menerima dananya.

Investor juga bisa menentukan sendiri jumlah dana yang ingin ia cairkan. Sementara, di deposito, investor mesti menarik seluruh dana plus imbal hasilnya.
Nilai lebih yang lain: investor berpeluang mendapat hasil investasi yang lebih tinggi ketimbang bunga deposito. Soalnya, selain di deposito, reksadana pasar uang juga berinvestasi di SBI atau obligasi jangka pendek. Nah, investasi di obligasi jangka pendek ini masih bebas pajak.

Dus, wajar kalau gabungan investasi di deposito plus instrumen lainnya itu mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi di atas bunga deposito. Berkat cukup besarnya dana yang terkumpul lewat reksadana pasar uang, investor pun berpeluang melakukan diversifikasi aset secara tidak langsung. Sebagai gambaran, dengan dana terbatas, katakanlah Rp 20 juta, Anda hanya bisa menyebarnya paling banter ke empat deposito. Itu pun, Anda tidak bisa menawar bunganya agar sedikit lebih tinggi.

Ketika menempatkan dana di deposito, reksadana pasar uang memiliki posisi tawar lebih kuat ketimbang deposan individual. Sebab, melalui reksadana pasar uang bisa terkumpul dana yang cukup besar untuk mendapatkan bunga yang lebih baik. Kebetulan, bank biasanya mau memberikan bunga di atas bunga konter untuk setoran di atas Rp 1 miliar.

Tapi, lewat reksadana pasar uang, dana investor yang terkumpul mungkin akan mencapai miliaran rupiah. Ini membuat manajer investasi (MI) bisa menempatkan dana di lebih banyak deposito dan instrumen pasar uang lain. Walhasil, keuntungan investor pun lebih optimal.

Tapi, mungkin Anda akan bertanya: jika menaruh sendiri dana kita di deposito, potensi untuk rugi boleh dibilang tidak ada. Bagaimana bila dana itu ditempatkan di reksadana pasar uang?

Harus diakui, memang ada kemungkinan imbal hasil reksadana pasar uang minus. Namun, potensinya sangat kecil. Soalnya, nilai instrumen pasar uang yang berjangka pendek itu relatif tetap atau tidak banyak bergerak lagi. Ini berbeda dengan instrumen saham atau obligasi yang masih panjang jatuh temponya.

Satu hal lagi; ketika berinvestasi di reksadana pasar uang, Anda tidak akan melihat penambahan nilai aktiva bersih (NAB) per unit penyertaan seperti pada reksadana lain. Angkanya tetap Rp 1.000 per unit penyertaan.

Cara menghitung keuntungan pada reksadana pasar uang memang berbeda dengan reksadana jenis lain. Hasil investasi reksadana pasar uang tecermin pada penambahan unit penyertaan, bukan peningkatan harga per unit penyertaan.

Biar lebih gampang dipahami, mari kita pakai perumpamaan. Misalnya, Anda membeli 1.000 unit penyertaan reksadana pasar uang dengan harga Rp 1.000 per unit. Ini artinya investasi awal milik Anda sebesar Rp 1.000.000.

Nah, dalam perkembangannya, penempatan dana reksadana pasar uang itu memberikan imbal hasil hingga 10%. Jadi, investasi Anda berbiak menjadi Rp 1.100.000. Logikanya, harga NAB per unitnya kini menjadi Rp 1.100. Tapi, bila Anda lihat laporan hasil investasi yang dikirimkan manajer investasi, harga NAB per unit tetap Rp 1.000.

Tapi, tidak berarti investasi Anda tidak bertambah. Sebab, kalau Anda cermati, jumlah unit penyertaan Anda akan bertambah; dari 1.000 unit menjadi 1.100 unit.

Reksadana Campuran

( Sumber : Kontan )


Secara definisi, reksadana campuran merupakan reksadana yang menginvestasikan dananya pada efek ekuitas (saham) dan efek utang (obligasi dan deposito) dengan komposisi yang tidak termasuk kategori reksadana pendapatan tetap, reksadana saham, maupun reksadana pasar uang.

Yang paling membedakan reksadana campuran dengan reksadana jenis lain adalah tingkat fleksibilitasnya dalam mengatur alokasi penempatan dana serta pemilihan portofolio. Seperti kita tahu, jenis reksadana lain memiliki batasan spesifik yang tak boleh dilanggar soal pengalokasian dana kelolaannya. Pada reksadana pendapatan tetap, misalnya, alokasi dananya pada obligasi tidak boleh kurang kurang dari 80%.

Gampangnya, ini reksadana gado-gado. Penempatan dananya bisa di saham, surat utang atawa obligasi, deposito, dan instrumen investasi lainnya. Komposisinya pun bisa sangat fleksibel.

Alokasi penempatan dana alias komposisinya pun bisa sangat bervariasi. Pun begitu, manajer investasi (MI) wajib memberikan gambaran mengenai kebijakan investasi reksadana campuran yang diterbitkannya. Misalnya, berapa porsi minimal dan maksimal untuk penempatan di efek ekuitas, surat utang, dan pasar uang.

Tapi, MI lebih leluasa untuk mengelolanya; kapan menjual, membeli, atau menata ulang komposisi portofolionya. Syaratnya, semua masih sesuai dengan kebijakan investasi yang sudah digariskan di prospektus reksadana.

Dengan membeli reksadana campuran, investor berkesempatan memperoleh imbal hasil dari berbagai macam instrumen investasi. Dus, biasanya tingkat keuntungan yang diberikan reksadana campuran bisa lebih tinggi ketimbang reksadana pasar uang dan pendapatan tetap.

Bahkan, ia seringkali hampir menyamai imbal hasil di reksadana saham. Tapi risikonya, boleh dibilang tidak sebesar reksadana saham. Karena itu, investor bisa memilih reksadana campuran ini sebagai alternatif reksadana saham.

Pun begitu, investor mesti jeli memilih mana produk reksadana campuran yang memiliki komposisi portofolio yang paling sesuai dengan kebutuhan investasinya serta profil risikonya. Soalnya, produk reksadana campuran yang sekarang ini beredar di pasaran memiliki komposisi portofolio yang sangat bervariasi. Satu dengan yang lain mungkin sangat berbeda.

Bisa jadi, sebuah reksadana campuran menempatkan 50% dananya pada instrumen saham, sementara yang lain hanya 25%. Sudah pasti, kedua reksadana campuran ini akan memberikan keuntungan yang berbeda. Setelah memahami karakteristiknya, investor sebaiknya tidak menilai reksadana campuran semata dengan melihat keuntungannya.

Reverse Stock Split

( Sumber : Kontan )


Kebalikan dari stock split atau pemecahan nominal saham, kadang kala ada juga perusahaan yang melakukan reverse stock split atau penggabungan nilai nominal saham. Sejatinya, hajatan ini juga tidak akan berpengaruh banyak terhadap investor, sebab nilai investasinya tidak akan berubah. Jika ada perusahaan melakukan reverse stock split, investor justru harus waspada.

Sesuai dengan namanya, reverse stock split adalah kebalikan dari stock split. Jika dalam stock split perusahaan memecah nilai nominal sahamnya, dalam reverse stock split atau penggabungan saham, perusahaan menggabungkan nilai nominal sahamnya dengan rasio tertentu.

Ambil contoh perusahaan A melakukan reverse stock split atas sahamnya yang memiliki nilai nominal Rp 100 dan harga pasar Rp 500 per saham dengan rasio 1:2. Ini artinya, setiap dua saham akan digabungkan menjadi satu. Jadi, setelah reverse stock split, nilai nominal saham A akan menjadi Rp 200. Sementara, harga sahamnya di pasar menjadi Rp 1.000 per saham.

Akibat lainnya, jumlah saham perusahaan itu juga akan menyusut. Taruh kata saham perusahaan A itu awalnya berjumlah 2 miliar; setelah reverse stock split dengan rasio 1:2, jumlah sahamnya akan tinggal 1 miliar saham.
Seperti halnya stock split, penggabungan saham juga tidak akan membawa dampak yang signifikan untuk investor.

Sebab, nilai investasinya akan tetap saham. Kembali ke kasus perusahaan A; misalnya investor C awalnya memiliki 1.000 saham, artinya sebelum reverse stock split nilai investasinya adalah Rp 500.000 (Rp 500 x 1.000). Setelah reverse stock split, jumlah saham yang dimiliki investor C memang tinggal 500 saham, tapi harganya menjadi Rp 1.000. Dus, nilai investasinya tetap sama Rp 500.000.

Hajatan reverse stock split sering mengundang respons negatif. Pasalnya, perusahaan biasanya menggunakannya sebagai taktik untuk mengangkat harga sahamnya. Dengan penggabungan, seolah-olah sahamnya menjadi lebih bernilai. Padahal, sebenarnya, tak ada faktor fundamental yang berubah. Kadang kala, perusahaan juga menggunakan penggabungan saham agar tidak ditendang dari bursa (delisting).

Right Issue

( Sumber : Kontan )


Akhir-akhir ini sering kita mendengar ada emiten yang melakukan penerbitan saham baru (rights issue) untuk menggalang dana. Ambil contoh, PT Summarecon Agung Tbk dan PT Bhakti Investama Tbk. Sebenarnya apa, sih, rights issue itu? Mengapa sejumlah emiten saham melakukan aksi korporasi ini?

Rights issue merupakan penerbitan hak untuk memesan saham baru yang akan dikeluarkan oleh emiten. Rights atau hak ini diberikan secara cuma-cuma, dan biasanya perusahaan memberikannya kepada pemegang saham yang telah memiliki saham biasa perusahaan itu.

Sebenarnya, ada beberapa istilah yang harus diketahui seputar penerbitan saham baru ini. Yang pertama, persetujuan pemegang saham. Rights issue hanya bisa dilaksanakan jika ada persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS).

Setelah mendapatkan persetujuan, emiten harus menawarkan saham barunya tersebut kepada para pemilik saham lama terlebih dahulu. Nah, penawaran ini juga disesuaikan dengan proporsi kepemilikan sahamnya (preemptive rights). Artinya, pemilik saham dalam jumlah besar mendapatkan hak untuk membeli saham baru yang lebih banyak.

Kedua, tujuan dari rights issue. Pada umumnya, tujuan rights issue adalah untuk menghimpun dana segar yang bakal digunakan untuk ekspansi usaha, membayar pinjaman, atau untuk modal kerja. Ada juga tujuan yang lain, misalnya untuk meningkatkan porsi kepemilikan pemegang saham. Bisa juga untuk meningkatkan jumlah saham yang beredar agar perdagangan sahamnya di bursa menjadi lebih likuid.

Ketiga, ada penjamin emisi yang menjamin dana hasil rights issue diterima emiten. Ia biasanya adalah perusahaan sekuritas yang ditunjuk oleh emiten. Keempat, standby buyer atau pembeli siaga, yaitu pemegang saham lama atau investor lain yang berkomitmen membeli saham baru itu?

Penerbitan hak untuk membeli saham baru atau rights issue ibarat buah simalakama buat investor. Jika mengambil hak itu dan membeli saham baru, artinya investor harus menyetorkan modal tambahan kepada perusahaan. Tapi, jika tidak membelinya, porsi kepemilikan saham investor akan menyusut atau terdilusi. Karena itulah, rights issue biasanya akan membuat saham perusahaan turun.

Menjelang penerbitan hak untuk membeli saham baru (rights issue), investor harus memperhatikan tanggal cum date dan ex date.

Cum date adalah tanggal yang menentukan pemegang saham yang memperoleh hak (rights) untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan. Investor yang tercatat sebagai pemilik saham perusahaan sampai dengan tanggal cum date berhak untuk memperoleh rights tersebut.
Adapun investor yang memiliki saham perusahaan dalam periode ex-date tidak memperoleh hak untuk membeli saham baru perusahaan tersebut.

Hal yang lain yang harus diperhatikan adalah efek dilusi atau berkurangnya porsi kepemilikan saham investor dari kegiatan rights issue itu.

Ya, investor memang bisa saja tidak mengambil haknya untuk membeli saham baru yang akan diterbitkan oleh perusahaan. Namun, konsekuensinya, porsi kepemilikan saham investor tersebut akan tergerus. Sebab, setelah rights issue total saham perusahaan menjadi bertambah sementara jumlah saham yang dimiliki oleh investor yang tidak membeli saham baru tetap.

Karena itulah, investor publik umumnya tidak terlalu suka jika sebuah perusahaan melakukan rights issue. Sebab, itu artinya perusahaan itu menyodorkan buah simalakama untuk investor. Jika investor membeli saham baru itu, artinya ia harus menyetorkan modal tambahan. Tapi, jika ia tidak membeli saham baru itu, porsi kepemilikannya akan tergerus atau terdilusi.

Karena itulah, aksi penerbitan saham baru atau rights issue biasanya akan membuat harga saham suatu perusahaan turun. Apalagi jika dana rights issue itu hanya akan dipakai untuk membayar utang, bukan untuk ekspansi.

Seluk Beluk Warran

( Sumber : Kontan )


Bursa saham menyediakan banyak peluang bagi investor untuk membiakkan duitnya. Instrumen investasi yang paling utama tentu saja adalah saham itu sendiri. Tapi, selain melalui saham, investor juga bisa berinvestasi melalui instrumen-instrumen turunan saham. Salah satunya adalah instrumen waran. Menariknya, karena harga waran lebih rendah daripada saham, modal yang diperlukan juga lebih kecil.

Wajar jika semakin lama semakin banyak orang yang kepincut ingin berinvestasi di pasar saham. Pasalnya, selain saham itu sendiri, di bursa saham, ada pula instrumen investasi lainnya yang bisa menjadi wahana investasi. Salah satunya adalah waran yang merupakan produk turunan dari saham. Secara sederhana, waran adalah surat berharga yang memberi hak kepada pemiliknya untuk membeli suatu saham di masa mendatang pada harga yang sudah ditetapkan di muka.

Umumnya, emiten saham menerbitkan waran sebagai pemanis untuk menyukseskan hajatannya. Misalnya, ketika menawarkan saham perdana (IPO), sebuah perusahaan biasanya juga memberikan bonus waran kepada investor yang mau membeli sahamnya. Selain itu, perusahaan sering kali juga memberikan hadiah waran untuk investor yang mau membeli saham baru yang diterbitkannya (right issue).
Karena sifatnya sebagai pemanis, waran biasanya menawarkan harga pembelian saham - sering disebut harga pelaksanaan (strike price) - yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar.

Ambil contoh perusahaan ABC memberikan satu waran kepada setiap pembeli satu sahamnya dalam right issue. Perusahaan ABC memasang harga pelaksanaan waran sebesar Rp 1.500 per saham. Padahal, saat itu, harga saham ABC di pasar sudah mencapai Rp 1.700 per saham. Dus, harga pelaksanaan waran itu Rp 200 lebih murah dibanding dengan harga saham ABC di pasar.

Selain menentukan harga pelaksanaannya, perusahaan juga menentukan tanggal jatuh tempo yang menjadi tanggal pelaksanaan hak membeli saham yang melekat pada waran. Jadi, pada tanggal jatuh tempo itu, pemilik waran bisa membeli harga saham ABC dengan harga Rp 1.500.
Waran seperti ini disebut European warrant. Ada pula model waran yang disebut sebagai American warrant. Pemilik American warrant bisa mengeksekusi haknya untuk membeli saham perusahaan penerbit waran setiap saat sebelum jatuh tempo. Tapi, produk ini belum ada di Indonesia.

Lantas, mengapa waran bisa menjadi alat investasi? Soalnya, layaknya saham yang menjadi induknya, waran juga bisa diperdagangkan di bursa saham, termasuk di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Secara teori, harga waran itu adalah selisih antara harga pasar dan harga pelaksanaannya. Jadi, dalam contoh perusahaan ABC itu, harga warannya adalah Rp 200 per waran. Nah, harga waran ini bisa bergerak naik-turun mengikuti induk sahamnya.
Artinya, investor memiliki peluang untuk menangguk untung dari pergerakan harga waran tersebut.

Karena harga awalnya murah dan pergerakan harga waran mengikuti harga induk sahamnya, potensi keuntungan waran bisa sangat tinggi. Tapi, sebaliknya, risiko waran ini juga selangit. Karenanya, waran lebih disukai oleh tipe investor yang agresif dan gemar berspekulasi.

Mirip dengan saham, waran juga bisa diperjualbelikan. Transaksi dan pergerakan harganya pun tercatat di papan Bursa Efek Jakarta (BEJ). Untuk membedakan dengan saham induknya, biasanya waran menggunakan simbol induknya plus tanda -W di belakangnya. Misalnya, kalau simbol saham PT Central Korporindo Internasional Tbk adalah CNKO, simbol warannya adalah CNKO-W.
Tapi, berbeda dengan saham, waran lebih disukai oleh investor yang gemar berspekulasi . Soalnya, waran ini bisa memberikan keuntungan yang lebih tinggi ketimbang saham. Sudah begitu, modal yang diperlukan untuk bermain saham juga tidak sebesar modal untuk bermain saham.

Biar lebih jelas, mari kita bikin sebuah ilustrasi. Ambil contoh saham perusahaan XYZ harganya adalah Rp 1.500. Artinya, untuk membeli 1.000 saham itu, Anda membutuhkan duit Rp 1,5 juta. Tapi, jika investor memilih untuk membeli waran XYZ - yang misalnya harganya Rp 200 per waran - dengan duit Rp 1,5 juta, ia sudah memperoleh 7.500 waran.
Nah, uniknya, pergerakan harga waran biasanya persis mengikuti pergerakan harga saham induknya. Jadi, pada saat harga saham XYZ naik Rp 100 menjadi Rp 1.600, harga waran itu juga naik menjadi Rp 300. Dengan skenario seperti ini, tentu saja potensi keuntungan waran menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan saham. Buat waran XYZ, kenaikan Rp 100 itu setara dengan 50%. Sementara, untuk sahamnya kenaikan segitu hanya setara dengan 6,6%.
Rasio harga saham dibagi harga warannya sering disebut sebagi faktor pendongkrak. Dalam contoh tadi, besar faktor pendongkraknya adalah 7,5. Semakin tinggi faktor ini semakin potensi keuntungannya. Keuntungan waran itu akan semakin tinggi jika pasar saham sedang bergairah.

Tapi hati-hati, dalam kondisi sebaliknya, faktor pendongkrak keuntungan itu juga bisa menjadi faktor penambah kerugian. Jadi, risiko waran ini selangit.

10 Rahasia Untung dari Saham BUMI

( Sumber : Pojok Saham )

10 Rahasia Untung dari Saham BUMI :
  1. Selalu ikuti kemauan bandar. Tidak bisa dipungkiri bahwa ada market maker/bandar yang selalu saja menggoyang saham ini. Cara yang paling pasti adalah berteman dengan bandarnya dan selalu mencari bocoran. Jika bandar sedang akumulasi, Anda beli. Jika bandar sedang distribusi, Anda jual. Sesederhana itu. Yang sulit, bagaimana cara berteman dengan bandarnya ya?

  2. Perhatikan siapa yang membeli. Jika Anda tidak tahu siapa bandarnya, maka Anda perhatikan saja sekuritas yang membeli. Perhatikan nama-nama seperti KZ dan ZP dan YP. Walaupun YP dulunya adalah sekuritas para retail namun sekarang tampaknya para pemain besar juga menggunakan nama YP. KZ dan ZP adalah sekuritas asing yang modalnya sangat besar, jadi mereka dalam sehari bisa menampung saham ini hingga lebih dari setengah trilyun rupiah (kadang tanpa jual satu lot pun). Perhatikan jika mereka-mereka ini sedang beli banyak tanpa ada berita apa-apa, Anda ikut. Berarti mereka bandarnya.

  3. No news is good news. Menyambung yang di atas. Tidak ada berita bagi saham ini adalah berita baik. Tentu saja berita macam "IHSG Hari Ini Naik Dimotori Saham BUMI" tidak termasuk. Cuekin saja. Itu jenis berita paling tidak penting dan tidak berguna menurut kami. Satu kali lihat monitor (bisa pakai Yahoo Finance) saja sudah tahu. Cari berita paling update menggunakan mesin pencari "Paling Baru" di beranda (ketik saja "BUMI" atau "saham BUMI"), kemudian lihat tanggalnya.

  4. Beli ketika harga sideways tanpa berita. Kami serius. Ada teori yaitu Bollinger Band yang menyebutkan hal ini. Hanya, tentu saja, Anda harus cek RSI terlebih dahulu. Beli ketika Bolllinger Band menyempit dan RSI ada di bawah sekali. Sabar hingga hal ini bisa terjadi. Ini jackpot jika bisa menangkapnya.

  5. Beli ketika breakout tanpa berita. Ya, ketika orang lain takut dan/atau ragu-ragu dan/atau bertanya-tanya "ada apa?", Anda beli pada sore hari ketika harga sudah naik lebih dari 10%. Anda cuma perlu tahu satu hal: volumenya besar dan candlesticknya bullish engulfing. Ada alasan kenapa transaksi ketika buka dan ketika tutup paling ramai. Ketika buka, para pemula (semoga bukan Anda) yang melihat harga kemarin naik ingin memiliki saham BUMI. Ketika tutup, entah para pro profit taking (tinggal mengguyur bid) atau beli untuk besok. Istilahnya amateur on open, pro on close. Bersikaplah seperti pro dan berpikirlah seperti pro. Jangan takut membeli di high untuk hari itu karena besok Anda pasti bisa jual pagi-pagi. Ini salah satu kiat yang paling penting dan pasti untuk untung 2-3% dalam waktu sehari.

  6. Jual ketika ada berita baik. Ya, kami menyarankan Anda berpikir untuk jual ketika semua orang sedang di awang-awang. Sell on news, istilahnya. Kenapa? Karena rumor dan berita itu dibuat oleh market maker untuk menggerakkan saham ini sehingga mereka bisa profit taking. Tidak peduli ada breakout atau tidak (biasanya ada), ketika ada berita baik, Anda jual!

  7. Jual ketika harga sampai target. Tidak perlu menunggu let profit run. Jika target Anda sampai, langsung jual. Ini sangat penting untuk menghindari sesal di kemudian hari yang tiada berguna.

  8. Untung 5% lebih baik daripada rugi 10%. Bahkan 2-3% pun bila pasti tidak apa-apa. Tidak ada pengusaha yang bangkrut karena untung sedikit. Oh ya, ingat manajemen modal Anda.

  9. Pasang trailing stop sangat ketat. Jika Anda sudah untung, jangan sampai jadi buntung. Jangan serakah. Jangan serakah. Jangan serakah. Ingat-ingat nasehat ini.

  10. Selalu ingat peribahasa "tong kosong nyaring bunyinya". Pada akhirnya seperti yang kami tulis di artikel ini, perusahaan ini bukanlah perusahaan yang bagus secara fundamental, seperti tong kosong. Anda tidak akan menemukan emas ketika "membuka" isi perusahaan tersebut. Akan tetapi untuk trading bisa saja menguntungkan jika Anda mengikuti rahasia di atas. Jangan pernah berpikir "investasi" dalam saham BUMI. Kami lebih menyarankan Anda berinvestasi pada saham lain yang bagus saja.

Pengertian Stock Split

( Sumber : Jangan Serakah )


Dalam dunia saham Stock Split adalah kebijakan manajemen perusahaan untuk menambah jumlah saham beredarnya dengan cara membagikan saham baru kepada pemegang saham saat ini. Penambahan jumlah saham ini dibarengi dengan penyesuaian harga saham, sehingga nilai kapitalisasi perusahaan itu tidak berubah.

Misalkan saja saat ini jumlah saham beredar PT. X adalah 1000 lembar. Harga pasar saham tersebut adalah Rp 5000 per lembar. Dengan demikian nilai kapitalisasi perusahaan saat ini adalah Rp 5 juta. Jika manajemen memutuskan untuk melakukan stock split 2:1, maka jumlah saham beredar akan menjadi 2000 lembar, dengan harga baru per lembar sahamnya adalah Rp 2500. Nilai kapitalisasi perusahaan itu tetap Rp 5 juta. Jika misalkan kita adalah pemegang saham PT X, dan memiliki 200 lembar saham, maka setelah stock split tersebut, kita akan memiliki 400 lembar saham, tetapi nilai total saham kita tidak berubah.

Satu ‘fenomena’ yang ‘konyol’ di dunia saham adalah seringkali jika manajemen suatu perusahaan memutuskan untuk melakukan stock split, di pasar akan terjadi kenaikan harga saham perusahaan itu. Umumnya ini terjadi karena pasar berpendapat bahwa stock split akan menambah likuiditas saham (karena harga saham menjadi lebih murah dan perdagangan saham tersebut akan lebih marak), sehingga harga saham layak naik.

Kalau dipikir-pikir, logika semacam ini sebenarnya agak ‘aneh’, karena kalau memang benar, maka seharusnya 5 lembar uang pecahan Rp 1000 akan lebih berharga daripada 1 lembar uang pecahan Rp 5000. Setahu saya, tidak ada orang (waras) yang merasa ‘lebih kaya’ karena dia baru menukarkan 1 lembar Rp 5000 dengan 5 lembar Rp 1000.

Salah satu orang yang terkenal ‘alergi’ dengan praktek stock-split adalah Warren Buffet. Sejak mengambil alih perusahaan Berkshire Hathaway dari pemilik lamanya, Buffet tidak pernah melakukan stock split pada saham perusahaannya itu. Menurutnya, stock split menimbulkan 3 efek:

  • Stock split menyebabkan perputaran saham yang tinggi, yang pada akhirnya menyebabkan biaya transaksi yang tinggi (karena volatilitas harga yang timbul akibat perputaran saham yang tinggi itu)
  • Stock split akan membuat perusahaan menarik tipe pemegang saham short-term yang hanya fokus kepada harga pasar perusahaan dan bukan kepada nilai perusahaan itu.
  • Kombinasi dari kedua hal di atas, akan menyebabkan harga saham yang melenceng dari nilai intrinsik (Intrinsic Value) perusahaan.

Bagi Buffet, ketiga hal di atas hanya akan menimbulkan kerugian bagi para pemegang saham seandainya mereka ingin membeli ataupun menjual saham. Belajar dari pandangan Buffet ini, jika kita adalah seorang investor (sehingga menganut paham ‘investasi untuk jangka panjang’), maka mungkin ada baiknya kita malah ‘was-was’ jika saham perusahaan yang kita pegang sering mengalami stock split.

Mengenal ROA, ROE dan DER

( Sumber : Saham Fundamental )


Secara definisi :

ROA = return on Assets
ROE = return on Equities
DER = Debt - Equity Ratio.

Secara definisi, istilah di atas sudah sangat lazim di kalangan value investors. Namun secara fungsional and relasional, mungkin hanya 10% pengguna ROE dan ROA bener2 menguasai arti angka2 dibalik rasio2 ini.

Mari kita mulai dengan contoh2 sederhana:

Asumsi tidak ada extraordinary items, pajak, & depresiasi.

Kasus 1: Bunga 15%, ROA 20%1a1b1c
Assets 10M 10M 10M
Equity 10M 5M 0
Debt 0 5M 10M
Sales 5M 5M 5M
OP.profit 2M 2M 2M
Intst(15%) 0 750jt 1.5M
Net profit 2M 1.25M 0.5M
ROA 20% 20% 20%
ROE 20% 25% INF*
INF = infinity (besar sekali, bisa diartikan tanda modal bisa cetak profit


kasus di atas adalah dimana ROA = 20% dan lebih besar daripada bunga pinjaman = 15%. Dalam hal ini semakin besar menggunakan hutang, semakin besar ROE kita.

Kalau istilah roberti kiyosaki ini disebut good debt.


Kasus 2: Bunga 15%, ROA 10%...2a2b2c
Assets 10M 10M 10M
Equity 10M 5M 1M
Debt 0 5M 9M
Sales 5M 5M 5M
OP.profit 1M 1M 1M
Intst(15%) 0 750jt1.35M
Net profit 1M 0.25M-0.35M
ROA 10% 10% 10%
ROE 10% 5% -35%
minus: rugi - biaya bunga lebih besar drpd pendapatan operasional


Kalau ROA (10%) lebih kecil bunga pinjaman 15%, semakin banyak kita berhutang ROE akan semakin kecil bahkan negatif karena bunga pinjaman yang gede.

Kalau istilah roberti kiyosaki ini disebut bad debt.


Kasus 3: Bunga 15%, ROA 15%3a3b3c
Assets 10M 10M 10M
Equity 10M 5M 1M
Debt 0 5M 9M
Sales 5M 5M 5M
OP.profit 1.5M 1.5M 1.5M
Intst(15%) 0 750jt1.35M
Net profit 1.5M 0.75M0.15M
ROA 15% 15% 15%
ROE 15% 15% 15%



Kalau ROA (15%) sama dengan bunga pinjaman 15%, keputusan untuk berhutang atau tidak tidak akan mempengaruhi ROE, artinya mau hutang mau nggak nggak jadi masalah.


Kesimpulan:
1. Jika ROA > bunga pinjaman, secara teori berhutang lah sebanyak mungkin. Namun perlu diingat bahwa hutang akan menambah resiko financial. Jadi secara teori biasanya ada cap untuk perbandingan antara hutang dan modal.

2. Jika ROA < bunga pinjaman. Berhutang untuk menutupi kerugian atau kekurangan dana capex akan semakin menjerumuskan perusahaan ke lubang yang lebih dalam.

3. Jika ROA = bunga pinjaman, mau hutang boleh, mau nggak juga boleh. Tidak akan mempengaruhi profitabilitas modal investor.

Biasanya orang menjadikan bunga pinjaman sebagai batas bawah ROA. Dalam hal ini saya sebenarnya kurang setuju, mengingat suku bunga pinjaman biasanya naik turun. Contohnya jika bunga pinjaman naik menjadi 17%, bukankah ROA menjadi lebih kecil daripada bunga pinjaman?

Saya lebih suka menambah margin of safety (mungkin 5%). Jadi batas bawah ROA saya menjadi 20%. Kalau pun bunga pinjaman naik dari 15% menjadi 19%, saya masih bisa tidur nyenyak.

Pada saat ini, sepertinya suku bunga pinjaman perusahaan2 di IDX berkisar dari 15%-20%. SO, hati2 memilih perusahaan dengan ROA dibawah 20%.

Tips Menilai Saham

( Sumber : Ichwan Alamsyah )


Membeli saham tanpa pernah tahu bisnis dan kinerja perusahaan tsb. tidak ada bedanya dengan membeli togel alias toto gelap atau judi jenis lainnya. Ironisnya praktek ini lazim terjadi. Padahal bursa saham tidak pernah didirikan untuk menjadi tempat judi atau casino bentuk lain. Agar terhindar dari praktek judi berkedok investasi, maka pada bagian selanjutnya kami akan mempersenjatai anda dengan perangkat-perangkat sederhana yang akan berguna untuk menganalisa suatu saham (baca: bisnis).

Berikut ini beberapa tips yang dapat anda ikuti sebelum anda melakukan investasi.

  • Tips 1: Membeli saham sama halnya dengan membeli sebuah bisnis. Artinya, jika anda ingin membeli saham sebuah perusahaan, anda harus benar-benar mengetahui terlebih dahulu mengenai bisnis yang dijalankan oleh perusahaan tersebut. Oleh karena itu, ada baiknya anda memilih perusahaan yang kegiatan usahanya benar-benar anda ketahui. Sebab semakin anda mengenal bisnis perusahaan yang anda pilih, semakin banyak informasi yang dapat dijadikan pertimbangan anda dalam menentukan keputusan investasi anda.
  • Tips 2: Karena anda membeli bisnis, berpikirlah seperti seorang bisnis-man. Jika anda seorang pengusaha, pasti anda tidak akan mau membeli sebuah taksi bekas seharga Rp. 30 jt jika penghasilan yang diharapkan dari setoran hariannya dikurangi biaya perawatan, tidak lebih dari Rp. 30 jt hingga habis masa manfaatnya.
  • Tips 3: Selain mengetahui bisnis perusahaan yang anda pilih, pastikan anda mengetahui juga industri dan lingkungan perusahaan secara menyeluruh. Selain mengerti cara perusahaan trsebut menghasilkan uang, sangatlah penting mengetahui kompetisi yang dihadapi perusahaan, risiko-risiko usaha dan hubungannya dengan iklim bisnis atau makro secara keseluruhan.
  • Tips 4: Cara anda menilai 'bisnis' akan menentukan penghasilan anda dimasa mendatang. Masih cerita tentang taksi, jika anda secara jitu membeli taksi seharga Rp. 30 jt yang kemudian menghasilkan net cashflow Rp. 40 juta selama tiga tahun berikutnya maka anda telah untung 33% selama tiga tahun. Atau jika anda jual kembali taksi tersebut satu bulan berikutnya berikutnya pada harga Rp. 33 juta, 10% keuntungan dalam satu bulan menjadi hak anda. Kejelian anda dalam memilih taksi tersebut sama saja dengan kejelian anda dalam memilih saham. Anda bisa memilih saham untuk mengharapkan cashflow dimasa mendatang, atau membeli saham yang undervalue untuk dijual kembali ketika harga-nya naik dan mendekati nilai wajarnya.
  • Tips 5: Meskipun murah, sekali sampah tetap sampah. Banyak investor awam membeli saham karena harga-nya turun tajam, atau harga-nya sudah sangat murah. Pendekatan ini sangat berbahaya, sebab saham yang turun tajam atau saham yang harganya demikian murah mengindikasikan masalah pada perusahaan tersebut. Seringkali terjadi saham yang turun tajam dan menjadi sangat murah kemudian di bangkrut-kan atau di delisting. Contoh terbaru yaitu saham Daya Guna Samudera (DGSA), Bintuni Minaraya (BMRA), Super Mitory (SUMI).
  • Tips 6: Keuntungan didapatkan dari membeli bisnis yang berkualitas tinggi pada harga rendah. Ya benar, anda baru bisa untung kalau membeli saham dibawah harga wajarnya. Banyak saham mempunyai bisnis menarik, tapi sudah diperdagangkan pada harga yang terlalu tinggi. Membeli saham seperti ini tidak akan menghasilkan apa-apa.
  • Tips 7: Beli apa yang anda benar-benar mengerti. Biasakan membeli saham setelah paham betul cara kerja bisnis tersebut dan cara mereka menghasilkan uang. Membeli saham yang benar-benar dimengerti juga memberikan ketenangan dan keyakinan kepada anda ketika harga saham tersebut tekoreksi.
  • Tips 8: Waktu adalah teman anda. Dalam berinvestasi waktu adalah teman anda. Anda akan berjalan dengan waktu sambil melihat investasi anda bertumbuh. Waktu juga akan menemani anda, ketika anda dengan sabar menunggu saat yang tepat untuk membeli saham yang anda sukai. Anda tidak usah tergesa-gesa dalam berinvestasi, sebab seringkali peluang investasi terbaik tidak selalu tersedia disepanjang waktu. Toh..calon istri atau suami …maksudnya saham yang tepat tidak selalu tersedia ketika anda menginginkannya…terkadang anda harus menungu cukup lama. Tapi nikmati saja sebab waktu adalah teman anda.

Lembaga Pemeringkat Hutang Internasional

( Sumber : Anggun Trader )

Setiap Perusahaan terbuka bahkan Negara, berkewajiban untuk diberikan tingkat rating oleh Badan yang berwenang, dimana Tingkat Perating di Indonesia dilakukan oleh Pefindo.
Sedangkan untuk Level dunia, ada 3 Lembaga pemeringkat internasional yang paling diperhatikan oleh seluruh ekononom dunia, yaitu :
1. Moody's,
2. S&P,
3. Fitch.

Berikut Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang diakui oleh BI sesuai SE tersebut:

1. Moody's
Peringkat Jangka Pendek: P-1; P-2; P-3; NP
Peringkat Jangka Menengah dan Panjang: Aaa; Aa1; Aa2; Aa3; A1; A2; A3; Baa1; Baa2; Baa3; Ba1; Ba2; Ba3; B1; B2; B3; Caa1; Caa2; Caa3; Ca; C

2. Standard and Poor's
Peringkat Jangka Pendek: A-1; A-2; A-3; B; B-1; B-2; B-3; C; D
Peringkat Jangka Menengah dan Panjang: AAA; AA+; AA; AA-; BBB+; BBB; BBB-; BB+; BB; BB-; B+; B; B-; CCC+; CCC; CCC-; CC; C; D.

3. Fitch Ratings
Peringkat Jangka Pendek: F1+; F1; F2; F3; B; C; D
Peringkat Jangka Menengah dan Panjang: AAA; AA+; AA; AA-; A+; A; A-; BBB+; BBB; BBB-; BB+; BB; BB-; B+; B; B-; CCC; CC; C; RD; D

4. PT Pemeringkat Efek Infonesia (Pefindo)
Peringkat Jangka Pendek: idA1; idA2; idA3; idA4; idB; idC; idSD; idD
Peringkat Jangka Menengah dan Panjang: idAAA; idAA+; idAA; idAA-; idBBB+; idBBB; idBBB-; idBB+; idBB; idBB-; idB+; idB; idB-; idCCC; idSD; idD

5. PT Moody's Indonesia
Peringkat Jangka Pendek: ID-1; ID-2; ID-3; ID-4
Peringkat Jangka Menengah dan Panjang: Aaa.id; Aa1.id; Aa2.id; Aa3.id; A1.id; A2.id; A3.id; Baa1.id; Baa2.id; Baa3.id; Ba1.id;
Ba2.id; Ba3.id; B1.id; B2.id; B3.id; Caa1.id; Caa2.id; Caa3.id; Ca.id; C.id

6. PT Fitch Ratings Indonesia
Peringkat Jangka Pendek: F1+(idn); F1(idn); F2(idn); F3(idn); B(idn); C(idn); D(idn)
Peringkat Jangka Menengah dan Panjang: AAA(idn); AA+(idn); AA(idn); AA-(idn); A+(idn); A(idn); A-(idn); BBB+(idn); BBB(idn); BBB-(idn); BB+(idn); BB(idn); BB-(idn); B+(idn); B(idn); B-(idn); CCC(idn); CC(idn); C(idn); DDD(idn); DD(idn); D(idn); E.

Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Investasi Minimum (Investment Grade) Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank dalam Kategori Kualifikasi (Qualifying) atau Dinilai Lancar, peringkat investasi minimumnya:

Moody’s P-3 Surat Berharga Jangka Pendek) dan Baa3 (Surat Berharga Jangka Menengah dan Jangka Panjang)
Standard and Poor’s: A-3 dan BBB
Fitch Ratings: F3 dan BBB-
Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo: idA4 dan idBBB
PT. Moody’s Indonesia: ID-3 dan Baa3.id
PT. Fitch Ratings Indonesia: F3(idn) dan BBB- (idn)

Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Minimum Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank yang Dinilai Kurang Lancar, peringkat minimumnya:

Moody’s: NP (Surat Berharga Jangka Pendek) dan Ba1 (Surat Berharga Jangka Menengah dan Panjang)
Standard and Poor's: B dan BB+
Fitch Ratings: B dan BB+
PT. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo): idB dan idBB+
PT. Moody's Indonesia: ID-4 dan Ba1.id
PT. Fitch Ratings Indonesia B: (idn) dan BB+ (idn).

Kesimpulan :
Semakin Tinggi Peringkat rating, semakin rendah resiko terhadap Investor (Higher Rating= Lower Risk Premium).

Sunday, March 14, 2010

Yield Obligasi

( Sumber : Infovesta )

Current Yield
Current yield adalah
yield yang dihitung berdasarkan jumlah kupon yang diterima selama satu tahun terhadap harga obligasi tersebut. Current yield = (bunga tahunan/harga obligasi)

Contoh:
Jika obligasi PT X
YZ memberikan kupon kepada pemegangnya sebesar 17% per tahun sedangkan harga obligasi tersebut adalah 98% untuk nilai nominal Rp 1.000.000.000, maka:


Yield To Maturity

YTM adalah tingkat pengembalian yang akan didapatkan oleh investor obligasi jika investor tersebut memegang obligasi tersebut sampai waktu jatuh temponya.

YTM dapat dihitung menggunakan formula sebagai berikut :



Dengan :
I = besarnya kupon
NP = nilai pari
HP = harga pasar
N = waktu jatuh tempo

Contoh :

Tn A membeli obligasi dengan nilai pari $10000, dengan kupon $1000 jatuh tempo dalam waktu 10 tahun. Harga pasar saat itu adalah $9500.



Obligasi

( Sumber : Infovesta )

Pengenalan Obligasi

Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran. Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut seperti misalnya identitas pemegang obligasi, pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit. Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap diatas 10 tahun. Misalnya saja pada Obligasi pemerintahAmerika yang disebut "U.S. Treasury securities" diterbitkan untuk masa jatuh tempo 10 tahun atau lebih. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut "surat utang" dan utang dibawah 1 tahun disebut "Surat Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah disebut Surat Utang Negara (SUN) dan utang dibawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN).

Obligasi secara ringkasnya adalah merupakan utang tetapi dalam bentuk sekuriti. "Penerbit" obligasi adalah merupakan sipeminjam atau debitur, sedangkan "pemegang" obligasi adalah merupakan pemberi pinjaman atau kreditur dan "kupon" obligasi adalah bunga pinjaman yang harus dibayar oleh debitur kepada kreditur. Dengan penerbitan obligasi ini maka dimungkinkan bagi penerbit obligasi guna memperoleh pembiayaan investasi jangka panjangnya dengan sumber dana dari luar perusahaan.

Pada beberapa negara, istilah "obligasi" dan "surat utang" dipergunakan tergantung pada jangka waktu jatuh temponya. Pelaku pasar biasanya menggunakan istilah obligasi untuk penerbitan surat utang dalam jumlah besar yang ditawarkan secara luas kepada publik dan istilah "surat utang" digunakan bagi penerbitan surat utang dalam skala kecil yang biasanya ditawarkan kepada sejmlah kecil investor. Tidak ada pembatasan yang jelas atas penggunaan istilah ini. Ada juga dikenal istilah "surat perbendaharaan" yang digunakan bagi sekuriti berpenghasilan tetap dengan masa jatuh tempo 3 tahun atau kurang . Obligasi memiliki resiko yang tertinggi dibandingkan dengan "surat utang" yang memiliki resiko menengah dan "surat perbendaharaan" yang memiliko resiko terendah yang mana dilihat dari sisi "durasi" surat utang dimana makin pendek durasinya memiliki resiko makin rendah.

Obligasi dan saham keduanya adalah merupakan instrumen keuangan yang disebut sekuriti namun bedanya adalah bahwa pemilik saham adalah merupakan bagian dari pemilik perusahan penerbit saham, sedangkan pemegang obligasi adalah semata merupakan pemberi pinjaman atau kreditur kepada penerbit obligasi. Obligasi juga biasanya memiliki suatu jangja waktu yang ditetapkan dimana setelah jangka waktu tersebut tiba maka obligasi dapat diuangkan sedangkan saham dapat dimiliki selamanya ( terkecuali pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris yang disebut gilts yang tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo.

Keuntungan Obligasi :

Keuntungan pertama adalah memberikan pendapatan tetap (fixed income) berupa kupon. Hal ini merupakan ciri utama obligasi, di mana pemegang obligasi akan mendapatkan pendapatan bunga secara rutin selama waktu berlakunya obligasi. Bunga yang ditawarkan obligasi umumnya lebih tinggi daripada bunga yang diberikan deposito atau SBI. Keuntungan yang kedua adalah keuntungan atas penjualan obligasi (capital gain).

Di samping penghasilan berupa kupon, pemegang obligasi juga dapat memperjualbelikan obligasi yang dimilikinya. Karena itu, bila Anda menjual lebih tinggi dibandingkan dengan harga saat Anda membelinya, maka Anda sebagai pemegang obligasi memperoleh selisih yang disebut dengan capital gain.

Resiko Obligasi :

  1. Risiko Likuiditas

Risiko ini melekat pada semua obligasi, obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Risiko ini timbul dari kemungkinan tidak likuidnya suatu obligasi diperdagangkan atau tidak mudahnya menjual suatu obligasi di pasar sekunder. Pasar sekunder obligasi tidak seramai pasar sekunder saham. Jika di pasar saham saja ada saham yang tidak likuid, apalagi dalam pasar obligasi. Untuk dua obligasi yang sama karektiristiknya kecuali yang satu likuid dan yang satunya lagi tidak likuid, investor akan meminta tambahan tingkat bunga untuk obligasi yang tidak likuid atau premium risiko likuiditas, istilah bakunya. Suatu obligasi menjadi likuid di pasar sekunder jika permintaan beli untuk obligasi itu cukup banyak atau memang ada pihak yang berperan sebagai market maker yang salah satu fungsinya adalah sebagai pembeli dan penjual stand-by untuk obligasi itu.

  1. Risiko Maturitas

Risiko ini juga ada pada semua obligasi tetapi terutama pada obligasi korporasi dan berkaitan dengan masa jatuh tempo obligasi. Secara umum, semakin lama jatuh tempo suatu obligasi, semakin besar tingkat ketidakpastian sehingga semakin besar risiko maturitas. Risiko maturitas dari obligasi (pemerintah dan korporasi). Negara berkembang seperti Indonesia wajarnya lebih besar daripada risiko maturitas obligasi negara maju seperti Amerika.

Karena itu, investor yang rasional akan meminta premium maturitas untuk obligasi yang sama karekteristiknya tetapi jatuh temponya lebih lama, katakan yang 10 tahun lagi berbanding yang 3 tahun lagi. Siapa yang bisa memastikan korporasi yang ratingnya BBB masih tetap berdiri 10 tahun lagi? Negara saja bisa cerai berai seperti kasus Uni Sovyet, Yugoslavia, dan Cekoslovakia, apalagi korporasi. Karena adanya risiko maturitas ini, obligasi korporasi berjangka waktu lebih dari 5 tahun jarang diterbitkan di Indonesia karena kurang diminati.

  1. Risiko Default

Risiko default hanya ada pada obligasi korporasi. Berbeda dengan ORI dan SUN yang dijamin pemerintah sebagai pengutang, obligasi korporasi tidak dijamin pemerintah. Investor yang membeli obligasi korporasi harus menyadari bahwa investasinya bisa tidak kembali jika sebelum obligasi jatuh tempo, korporasi itu bangkrut. Risiko korporasi bangkrut sehingga obligasi dan bunganya menjadi gagal dibayar inilah yang dimaksud dengan risiko default.


Jenis-jenis Obligasi

  • Obligasi suku bunga tetap memiliki kupon bunga dengan besaran tetap yang dibayar secara berkala sepanjang masa berlakunya obligasi.
  • Junk bond atau "obligasi berimbal hasil tinggi" adalah obligasi yang memiliki peringkat dibahah peringkat investasi yang diberikan oleh lembaga pemeringkat kredit. Oleh karena obligasi jenis ini memiliki resiko yang cukup tinggi maka investor mengharapkan suatu imbal hasil yang lebih tinggi.
  • Obligasi tanpa bunga atau lebih dikenal dengan istilah (zero coupon bond) adalah obligasi yang tidak memberikan pembayaran bunga. Obligasi ini diperdagangkan dengan pemberian potongan harga dari nilai pari. Pemegang obligasi menerima secara penuh pokok hutang pada saat jatuh tempo obligasi.
  • Obligasi inflasi atau lebih dikenal dengan sebutan (Inflation linked bond), dimana nilai pokok utang pada obligasi tersebut adalah mengacu pada indeks inflasi. Suku bunga pada obligasi jenis ini lebih rendah daripada obligasi suku bunga tetap . Namun dengan bertumbuhnya nilai pokok utang sejalan dengan inflasi, maka pembayaran pelunasan obligasi ini akan meningkat pula. Pada periode tahun 1980an, pemerintah Inggris adalah yang pertama kalinya menerbitkan obligasi jenis ini yang diberi nama Gilts. Di Amerika obligasi jenis ini dikenal dengan nama "Treasury Inflation-Protected Securities" (TIPS) dan I-bonds.
  • Obligasi indeks lainnya, adalah surat utang berbasis ekuiti (equity linked note) dan obligasi yang mengacu pada indeks yang merupakan indikator bisnis seperti penghasilan, nilai tambah ataupun pada indeks nasional seperti Produk domestik bruto.
  • Obligasi subordinasi obligasi yang memiliki peringkat prioritas lebih rendah dibandingkan obligasi lainnya yang diterbitkan oleh penerbit dalam hal terjadinya likuidasi. Dalam hal terjadinya kepailitanlikuidator, kemudaian pembayaran utang pajak, dan lain-lain. Pemegang obligasi yang pembayarannya diutamakan adalah obligasi yang memiliki tanggal penerbitan paling awal yang disebut obligasi senior, setelah obligasi ini dilunasi maka barulah pembayaran pelunasan obligasi subordinasi dilakukan. Oleh karena resikonya lebih tinggi maka obligasi subordinasi ini biasanya memiliki peringkat kredit lebih rendah daripada obligasi senior. Contoh utama dari obligasi subordinasi ini dapat ditemui pada obligasi yang diterbitkan oleh perbankan dan pada Efek Beragun Aset . Penerbitan yang berikutnya umumnya dilakukan dalam bentuk "tranches"[2]. Senior tranches dibayar terlebih dahulu dari tranches subordinasi. maka ada hirarki dari para kreditur. Pertama adalah pembayaran dari
  • Obligasi abadi, Obligasi ini tidak memiliki suatu masa jatuh tempo. Obligasi jenis ini yang terkenal dalam pasar obligasi adalah "UK Consols" yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris, atau juga dikenal dengan nama Treasury Annuities atau Undated Treasuries. Beberapa dari obligasi ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1888 dan masih diperdagangkan hingga hari ini. Beberapa obligasi jenis ini juga memiliki masa jatuh tempo yang sangat panjang sekali seperti misalnya perusahaan West Shore Railroad yang menerbitkan obligasi dengan masa jatuh tempo pada tahun 2361 (atau abad ke 24). Terkadang juga obligasi abadi ini dilihat berdasarkan dari nilai tunai obligasi tersebut pada saat ini yang nilai pokoknya mendekati nol.
  • Obligasi atas unjuk adalah merupakan sertifikat resmi tanpa nama pemegang dimana siapapun yang memegang obligasi tersebut dapat menuntut dilakukannya pembayaran atas obligasi yang dipegangnya tersebut. Biasanya juga obligasi ini diberi nomer urut dan didaftarkan guna menghindari pemalsuan namun dapat diperdagangkan seperti layaknya uang tunai. Obligasi ini amat beresiko terhadap kehilangan dan kecurian. Obligasi ini sering disalah gunakan untuk menghidari pengenaan pajak.ref>Eason, Yla (June 6, 1983). "Final Surge in Bearer Bonds" New York Times. Para[3] perusahaan di Amerika menghentikan penerbitan obligasi atas unjuk i9ni sejak tahun 1982 dan secara resmi dilarang oleh otoritas perpajakan pada tahun 1983.
  • Obligasi tercatat adalah obligasi yang kepemilikannya ataupun peralihannya didaftarkan dan dicatat oleh penerbit atau oleh lembaga administrasi efek. Pembayaran bunga dan pembayaran pokok utang akan dtransfer langsung kepada pemegang obligasi yang namanya tercatat.
  • Obligasi daerah atau di Amerika dikenal sebagai (municipal bond) adalah obligasi yang diterbitkan oleh negara bagian, teritorial, kota, pemerintahan setempat, ataupun lembaga-lembaganya. Bunga yang dibayarkan kepada pemegang obligasi seringkali tidak dikenakan pajak oleh negara bagian yang menerbitkan, namun obligasi daerah yang diterbitkan guna suatu tujuan tertentu tetap dikenakan pajak.
  • Obligasi tanpa warkat atau lebih dikenal sebagai Book-entry bond adalah suatu obligasi yang tidak memiliki sertifikat, dimana mahalnya biaya pembuatan sertifikat serta kupon mengakibatkan timbulnya obligasi jenis ini. Obligasi ini menggunakan sistem elektronik terpadu yang mendukung penyelesaian transaksi efek secara pemindahbukuan di pasar modal.[4]
  • Obligasi lotere atau juga disebut Lottery bond adalah obligasi yang diterbitkan oleh suatu negara (biasanya negara-negara Eropa). Bunganya dibayar seperti tata cara pembayaran bunga pada obligasi suku bunga tetap tetapi penerbit obligasi akan menebus obligasi yang diterbitkannya secara acak pada waktu tertentu dimana penebusan atau pelunasan obligasi yang beruntung terpilih akan dilakukan dengan harga yang lebih tinggi daripada nilai yang tertera pada obligasi .
  • Obligasi perang atau War bond adalah suatu obligasi yang diterbitkan oleh suatu negara guna membiayai perang

Jenis obligasi di Indonesia

Secara umum jenis obligasi dapat dilihat dari penerbitnya, yaitu, Obligasi perusahaan dan Obligasi pemerintah. Obligasi pemerintah sendiri terdiri dalam beberapa jenis, yaitu:

1. Obligasi Rekap, diterbitkan guna suatu tujuan khusus yaitu dalam rangka Program Rekapitalisasi Perbankan;

2. Surat Utang Negara (SUN), diterbitkan untuk membiayai defisit APBN;

3. Obligasi Ritel Indonesia (ORI), sama dengan SUN, diterbitkan untuk membiayai defisit APBN namun dengan nilai nominal yang kecil agar dapat dibeli secara ritel;

4. Surat Berharga Syariah Negara atau dapat juga disebut "obligasi syariah" atau "obligasi sukuk", sama dengan SUN, diterbitkan untuk membiayai defisit APBN namun berdasarkan prinsip syariah.

Dari aspek perpajakan obligasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

  1. Obligasi dengan kupon (interest bearing bond)
    • atas bunganya dikenakan Pajak Pengasilan dengan tarif 20% dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period).
    • Atas diskontonya dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 20% dari selisih lebih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal pada saat jatuh tempo di atas harga perolehan, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest).
  2. Obligasi tanpa bunga (zero coupon bond)
    • Hanya atas diskontonya saja yang dikenakan Pajak Penghasilan, yaitu sebesar 20% dari selisih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal pada saat jatuh tempo obligasi di atas harga perolehan obligasi.

Metode Penilaian Obligasi


Penerbitan Obligasi

Penerbit obligasi sangat luas sekali, hampir setiap badan hukum dapat menerbitkan obligasi, namun peraturan yang mengatur mengenai tata cara penerbitan obligasi ini sangat ketat sekali. Penggolongan penerbit obligasi biasanya terdiri atas :

TAHAP MEMBELI OBLIGASI

Untuk melakukan investasi obligasi terdapat beberapa tahap yang perlu dilalui supaya tujuan investasi dalam obligasi memberikan hasil yang maksimal dan sesuai dengan rencana. Tahap tersebut dapat dilihat dalam diagram dalam tulisan ini.

Membuka Rekening

Tahap awal yang harus dilakukan dalam proses transaksi obligasi adalah memilih perusahaan sekuriats yang memiliki divisi fixed income yang menangani pembelian dan penjualan obligasi. Pilih perusahaan dengan pengalaman, tim yang solid baik trader/ dealer ataupun riset serta fee yang kompetitif.

Dengan membuka rekening, Anda bisa mendapatkan informasi perkembangan dan perdagangan obligasi setiap saat, sehingga Anda mendapatkan pengetahuan pergerakan pasar obligasi secara akurat dan up to date.

Pahami Produk Obligasi

Pada tahap ini, investor dianjurkan untuk mempelajari seluk beluk informasi yang dibutuhkan mengenai obligasi, baik mengenai investasinya sendiri, potensi risiko yang terkandung maupun potensi keuntungannya. Hal ini dapat diperoleh dengan mempelajarinya secara mandiri, bertanya kepada bagian riset perusahaan sekuritas, di mana Anda membuka rekening atau melalui internet.
Dengan mempelajari instrumen obligasi secra lengkap, diharapkan investor mengenal investasi tersebut dengan baik, sehingga mempermudah pengambilan keputusan investasi. Mempelajari instrumen, di mana Anda ingin menempatkan investasi, akan memberikan manfaat maksimal dalam mencapai rencana yang diinginkan.

Lakukan Analisis

Analisis dilakukan, agar keputusan yang diambil sesuai dengan apa yang diinginkan, yaitu kestabilan pendapatan. Aspek-aspek yang dibutuhkan seperti kupon, jangka waktu, nilai penerbitan dan peringkat. Latar belankang serta profil penerbit juga menjadi pertimbangan sendiri. Dengan informasi yang lengkap, diharapkan keputusan yang diambil tidak menimbulkan kerugian yang cukup besar. Dianjurkan untuk membanding antara obligasi sejenis.

Memberikan Amanat Beli

Setelah melalui analisis, Anda memperoleh jenis obligasi yang ingin dibeli. Tahap selanjutnya adalah memberikan amanat pembelian kepada trader atau broker obligasi yang telah kita pilih. Pihak trader akan melakukan pembelian obligasi sesuai dengan jenis serta harga yang diinginkan. Misalkan, pembeli akan melakukan pembelian obligasi ASII (Astra International) tahun 2002 dengan harga 105 atau harga premium. Biasanya nilai pari atau nominal adalah sebesar Rp 100.

Siapkan Dana

Membeli obligasai membutuhkan dana yang tidak sedikit. Satuan pembelian obligasi biasanya bernilai Rp 1 miliar, sehingga sulit bagi investor individu untuk dapat ikut berinvestasi dalam obligasi. Namum, ada juga yang menawarkan satuan bernilai Rp 50 juta atau Rp 100 juta.
Setelah amanat pembelian di ajukan, sebaiknya dana tersebut sudah dialokasikan. Jangan sampai Anda dikenakan penalty, karena keterlambatan dalam pembayaran. Selain itu, penempatan dana tunai yang serba mendadak mungkin bisa mengganggu kelancaran aliran arus kas keuangan Anda dan keluarga.

Penyelesaian Pembayaran Obligasi

Pembayaran dana pembelian obligasi dilakukan melalui transfer ke rekening perusahaan sekuritas tersebut. Setelah pembayaran selesai, maka Anda sebagai pembeli tinggal menunggu proses settlement atas transaksi tersebut. Obligasi yang telah Anda beli akan tercantum di dalam rekening perusahaan sekuritas yang tercatat di KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia).
Pemindahtanganan hak atas obliasi akan sangat mudah dilakukan secara elektronik, karena saat ini fisik obligasi tidak lagi berupa sertifikat, namun sudah scriptless (tahap warkat).
Administrasi pembukuan akan dilakukan oleh bank custodian perusahaan sekuritas. Untuk hal ini, tentunya bank bersangkutan akan memungut biaya tertentu.

Semoga ulasan singkat ini menambah informasi Anda yang berminat investasi di instrumen utang jangka panjang seperti obligasi. Selamat berinvestasi.